(44) IKHLAS MENERIMA UJIAN HIDUP
“Karena dinda tak bersalah tetapi turut menanggung
semua derita ini,” kata Raden Ramayana kepada adik-adiknya.
“Kanda Ramayana jangan berkata seperti itu. Memang Kanda apakah juga bersalah? Apakah salah Kakanda Ramawijaya?” Kata Lesmana Widagda.
“Kanda anggap saja, semua ini merupakan ujian bagi hidup kita”.
Kalau kita menerima kenyataan ini dengan rasa nan ikhlas, penuh dengan pasrah diri kepada Hyang Mahaagung, kita akan memetik buah-buah kehidupan yang manis”, kata Raden Satrugna.
Raden Ramawijaya merasa bangga dengan adiknya, Raden Satrugna yang semakin hari semakin memiliki kesadaran hati yang tinggi.
Memang sifat-sifat seperti itulah yang dikehendaki oleh Raden Ramawijaya.
(45) DITYAKALA WIRADA
Suasana hening sejenak. Tiba-tiba dari arah timur hutan Dandaka banyak orang desa berlarian menuju ke tengah hutan.
Pakaian mereka ala kadarnya. Mereka berlari terengah-engah mengikuti seorang Resi yang telah tua.
“Tolong…! Tolong …!! Serunya.
“Tenang…! Tenang … !!! Ada apa ini? Mengapa banyak penduduk desa berlari menuju ke tengah hutan?” Tanya Raden Lesmana Murdaka atau Lesmana Widagda.
“Raden, tolonglah kami. Kami semua warga desa dalam keadaan bahaya. Desa kami porak-poranda, rusak diobrak-abrik oleh para raksasa yang mengamuk membabi buta. Pimpinan mereka bernama Dityakala Wirada,” kata seorang di antara mereka.