(58) RAMA BERTANYA
“Engkau bermimpi apa, Sarpakenaka?”
“Pada suatu malam aku bermimpi ketemu dengan tiga satria tampan dan seorang dewi yang cantik jelita di Hutan Dandaka ini.”
“Benar mimpimu itu. Tiga satria itu adalah aku dan kedua adikku. Namaku Ramayana. Adikku ini Lesmana dan yang satunya ini bernama Satrugna. Adapun seorang dewi dalam mimpimu itu adalah Dewi Sinta. Dia adalah istriku,” kata Ramayana kepada Sarpakenaka.
“Kalau begitu kebetulan sekali, masih ada dua adik Raden Ramayana yang belum beristri.”
“Maksudmu?”
“Aku bersedia menjadi istrinya.”
Raden Ramayana tersenyum. Dipandangnya Raden Satrugna.
“Satrugna?!”
“Iya, Kanda.”
(59) SARPAKENAKA JATUH CINTA
“Ini ada seorang raseksi yang sedang mencari jodoh. Apakah Dinda mau mengambilnya untuk menjadi seorang istri?”
“Iya, Raden. Aku cantik, lo!? Aku cantik! Maukah Raden Satrugna menjadi suamiku?”
“Tutup mulutmu Sarpakenaka!”
“Bagaimana Dinda Satrugna?” tanya Raden Ramayana.
“Kakanda, apakah sebaiknya tidak Kanda Lesmana saja yang lebih dulu menikah?” kata Satrugna sambil melirik ke arah Lesmana Widagda, kakaknya.
“Biarlah aku saja yang akan membereskan perkara ini,” kata Lesmana Widagda.
Lesmana melangkah maju. Tepat di hadapan Dewi Sarpakenaka. Sedangkan Raden Ramayana, Dewi Sinta dan Satrugna mendengarkan percakapan mereka.
“Bagaimana, Raden? Apakah Raden Lesmana mau mengambil aku sebagai seorang istri?”
“Sarpakenaka, sudahkah engkau bercermin dan mengenal wajahmu dengan baik?”
(60) SARPAKENAKA MERACAU
“Sudah! Sudah? Wajahku cantik! Wajahku cantik bukan?”
“Engkau seorang raseksi. Gigimu bertaring seperti binatang pemakan daging. Kuku-kuku jarimu panjang dan kotor mengandung bisa. Pria mana yang mau mengambilmu sebagai seorang istri dan mencintaimu?”
“Wahai, Raden Lesmana! Wajahmu memang tampan tetapi hatimu kejam. Bagaiman engkau bisa berkata seperti itu di hadapanku? Sakit hatiku? Sakit, Raden!”
“Memang begitulah keadaanmu!”
“Engkau satria yang sombong! Tak tahu tatakrama. Seenaknya sendiri menghina orang lain! Apakah itu yang namanya satria sejati? Engkau jahat! Engkau sungguh jahat! Engkau seorang satria yang tidak patut untuk dihargai!”