61. LESMANA MENJADI GERAM
Sarpakenaka! Berani benar engkau berkata seperti itu di depanku! Kurang ajar sekali! Ketahuilah, semenjak pertama kali aku melihat wajahmu, aku telah berketetapan untuk tidak tertarik sama sekali mengambilmu sebagai seorang istri!
“Nah, sekarang sudah semakin jelas bahwa engkau adalah seorang satria yang sombong! Tak mau mengerti perasaan orang lain!” Kata Dewi Sarpakenaka.
“Tak usah banyak bicara. Bau mulutmu sangat busuk sekali, sebusuk hatimu!”
“Raden Lesmana, sayang sekali wajahmu yang tampan jika engkau tak mau menjadi suamiku. Lebih baik aku mati saja?!”
“Sekarang apa maumu Sarpakenaka?!”
“Sudah kukatakan sejak awal tadi agar Raden Lesmana mau mengambil diriku sebagai seorang istri.”
“Jadi niatmu tetap bersikukuh?”
“Iya Raden, iya?!”
62. JERITAN DEWI SARPAKENAKA
“Aku hendak memaksa Raden Lesmana untuk mau mencintai diriku dan menjadikan diriku sebagai seorang istri.”
“Sungguh lancang ucapmu!”
“Kalau Raden Lesmana tidak mau, aku akan menantangmu untuk berperang tanding melawan diriku. Kalau aku yang kalah , Raden Lesmana harus mengambil diriku sebagai seorang istri. Kalau aku yang menang, Raden Lesmana harus bersedia menjadi suamiku!”
“Cukup, jangan banyak bicara! Engkau memang licik, pandai memutar lidah!”
Seketika itu pula, Raden Lesmana menghunus kerisnya yang tajam berkilat-kilat. Dewi Sarpakenaka masih dalam keadaan mabuk kepayang. Dengan sigap dan cepat kedua telinga Dewi Sarpakenaka diperung (dipotong) oleh Raden Lesmana Widagda. Sarpakenaka menjerit kesakitan.
“Aduh Raden! Kejam! Raden Lesmana kejam sekali! Ingat! Tunggu pembalasanku!”
Dewi Sarpakenaka lari terbirit-birit bersama pasukannya pulang ke Negeri Alengka mengadu kepada Rahwana, kakandanya, Raja Alengkadiraja.