(85) TERBUANGNYA TUGU WINDRADI
Dewi Anjani, Raden Guarsa dan Raden Guarsi melihat ibunya menjadi tugu batu, mereka menangis tersedu-sedu.
Mereka meminta agar ayahnya, Resi Gotama memulihkan kembali keadaan ibunya. “Ibu!!!” teriak mereka.
“Romo!!! Pulihkan Ibu!!!”
Nasi sudah menjadi bubur. Sabda pandita telah terjadi. “Anjani, Guarsa dan Guarsi. Ibumu telah menuai karmanya. Aku akan membuang tugu batu ini! Semoga besok ada seorang satria yang mampu meruwat ibumu.” Sambil meneteskan air matanya, Resi Gotama berkata penuh penyesalan. ‘Oh, Windradi, istriku yang kucintai. Maafkan aku, Windradi?!!!”
Tiba-tiba tugu batu itu terbang cepat dari hadapan mereka dan konon jatuh di dalam Taman Argasoka Kerajaan Alengkadiraja.
(86) CUPU MANIK ASTAGINA DIBUANG OLEH RESI GOTAMA
Tangan Resi Gotama gemetar memegang Cupu Manik Astagina. Iya terus menutupi cupu itu. Sementara ketiga anaknya, Dewi Anjani, Raden Guarsa dan Raden Guarsi terus mengawasi dari dekat. “Cupu ini akan ku buang!” kata Resi Gotama dengan geram kepada anak-anaknya. “Jangan dibuang cupu elok itu Romo,” kata Dewi Anjani.
“Jangan dibuang, berikan saja kepadaku Romo!” kata Raden Guarsa.
“Tidak! Berikan saja kepadaku!” Kata Raden Guarsi.
“Berikan saja kepada Anjani.” Mereka ramai ingin berebut mendapatkan Cupu Manik Astagina.
“Tidak!” Teriak Resi Gotama. Siapapun tak boleh ada yang memiliki cupu ini cupu laknat!!!” Kata Resi Gotama sambil melemparkan Cupu Manik Astagina. Anjani, Guarsa dan Guarsi terus memburu di mana jatuhnya Cupu Manik Astagina.
(87) PERKELAIAN DUA EKOR KERA
Setelah Cupu Manik Astagina itu dibuang oleh Resi Gotama, akhirnya jatuh ke dalam sebuah telaga yang dihuni oleh siluman kera. Telaga itu bernama telaga berubah warna.
Melihat Cupu Manik Astagina jatuh dalam Telaga Berubah Warna, Dewi Anjani, Raden Guarsa, dan Raden Guarsi tanpa pikir panjang langsung menceburkan diri ke dalam telaga itu. Setelah menceburkan diri dalam telaga, wajah mereka berubah menjadi wajah kera.
“Hai, Kera! Di mana kau sembunyikan Cupuml Manik Astagina yang jatuh ke dalam telaga ini?!”
Aku tidak tahu! Pasti kamu yang menyembunyikannya! Hai, kera berwajah buruk!”
Mereka saling bertengkar. Dewi Anjani melihat dari tepi telaga.