108. Anoman Bertemu Dewi Sinta
Menjelang tengah hari, Raden Anoman sudah sampai di Taman Arga soka negeri Alengkadiraja secara sembunyi-sembunyi. Pertemuan itu digambarkan dalam sebuah tembang macapat Kinanthi sebagai berikut:
Anoman malumpat sampun.
Prapteng witing nagasari.
Mulat mangandhap katingal.
Wanodya yu kuru aking.
Gelung rusak wor lan kisma.
Kaiga-iga kaeksi.
(Anoman sudah melompat. Sampai di pohon nagasari. Memandang ke bawah terlihat. Wanita cantik kurus ceking. Konde terurai hingga tanah. Terlihat kurus sekali).
“Siapakah namamu wahai, Kera Putih?”
“Namaku Raden Anoman. Apakah sang Putri yang bernama Dewi Sinta?”
“Ya, aku Dewi Sinta.”
- Bertukar Bukti
“Raden Anoman, tata kramamu elok sungguh. Dari caramu bertindak, aku bisa memastikan bahwa engkau adalah seorang prajurit,” kata Dewi Sinta.
“Benar kata Sang Dewi. Hamba adalah prajurit sang Ramawijaya dari Kerajaan Ayodya. Hamba datang ke dalam taman ini diutus oleh sang Prabu Ramawijaya untuk mengabarkan kepada Sang Dewi bahwa sang Prabu Ramawijaya dalam keadaan sehat tiada halangan suatu apapun. Dan sebagai bukti bahwa hamba adalah utusan Prabu Ramawijaya, hamba diutus untuk menghaturkan sebuah ‘kalpika’ (cincin) milik sang Prabu Ramawijaya. Silakan sang Dewi menerimanya.” Kata Anoman.
“Ya Raden, saya percaya. Sebagai bukti balik terimalah tusuk kondeku haturkan kepada kanda Prabu Ramawijaya di Kerajaan Ayodyapala.”
“Sendika dhawuh Sang Dewi,” kata Raden Anoman seraya meninggalkan Taman Argasoka agar tidak diketahui oleh prajurit raksasa dari Kerajaan Alengkadiraja karena waktunya belum tiba.
- Anoman Kembali ke Ayodya
Menjelang senja Raden Anoman telah tiba di Kerajaan Ayodya disambut dengan hati masgul oleh Prabu Ramawijaya. Segera ia menghaturkan tusuk konde Dewi Sinta sebagai bukti bahwa ia telah benar-benar sampai di Taman Argasoka Kerajaan Alengkadiraja dan telah berhasil bertemu dengan Dewi Sinta istri Prabu Ramawijaya.
“Terima kasih Anoman, engkau telah kembali selamat sampai di Ayodya. Bagaimana kabar istriku Dewi Sinta?”
“Sang Dewi dalam keadaan baik-baik saja.”
“Syukurlah kalau begitu.”
“Engkau tidak ketahuan oleh prajurit Alengka”
“Tidak Sinuwun karena Anoman menggunakan aji panglimunan. (Sebuah ajian yang jika diucapkan mantranya orang lain tidak bisa melihatnya).
“Oh, iya?”
“Iya Sinuwun.”
“Kau cerdik benar.”
“Terima kasih Sinuwun.”
“Aku yang berterima kasih, Anoman.”
“Sama-sama Sinuwun.”