- Patih Ptahastha Gugur
Raden Kumbakarna gugur. Dewi Sarpakenaka juga sudah gugur. Nasihat Togog dan Bilung kepada Prabu Rahwana tidak mempan dan tidak digubris sama sekali. Indrajit ingin menjadi senopati perang tetapi dilarang oleh ayahnya, Prabu Rahwana, dengan alasan jika ia telah tiada Indrajitlah yang harus menjadi raja meneruskan tahta di Kerajaan Alengka.
Patih Prahastha, yang masih Paman Rahwana sendiri yang bersedia menjadi senopati perang melawan Prabu Ramawijaya dari Kerajaan Ayodya.
Rahwana tidak meragukan kesaktian Patih Prahastha yang sakti mandraguna. Patih Sugriwa dan Anoman mundur terdesak, menghadap Prabu Ramawijaya.
Lagi-lagi atas saran Raden Gunawan Wibisana, Prabu Ramawijaya melepaskan anak panah Guawijaya tepat mengenai dada Patih Prahastha, ia gugur seketika di medan laga.
- Indrajit Gugur
Dengan ajian maulata usadi, yaitu sebuah keris kecil yang bisa berubah menjadi seekor naga raksasa, Indrajit maju perang. Melihat kesaktian indrajit, Raden Gunawan Wibisana menemui Raden Indrajit.
Raden Gunawan Wibisana mengatakan bahwa dia sebenarnya ayahnya Raden indrajit, dan bukan Prabu Rahwana. Raden Gunawan menceritakan bahwa Dewi Sinta sesungguhnya adalah putra-putri Rahwana dan Dewi Tari. Karena Rahwana telah berniat jika anaknya lahir perempuan akan dinikahi sendiri, maka tali pusarnya Dewi Sinta dibuang ke atas mega dan dipuja menjadi dirinya yaitu Raden Indrajit atau Raden Megananda. Karena harinya telah tiba ia harus naik ke lokabaka (alam baka), ia pun mohon pamit. Raden Gunawan memeluk erat Raden Indrajit.
Ketika Indrajit maju perang lagi, ia tewas terkena anak panah Prabu Ramawijaya yang dilepaskan mengenai dadanya. Ia kembali ke Megamendung asal-usulnya.