Apa begitu?
Lalu, sekiranya kita berdiam diri dan tidak berbuat apapun, berarti tak ada yang perlu disesali ….
O, tidak!
Ketika kita berdiam diri dan tidak berani untuk melakukan apapun, bisa jadi kita takut berbuat salah, dicela, atau takut oleh sebab yang lain. Akibatnya, kita memperbodoh diri sendiri.
Lho?
Ya! Ketika takut berbuat salah, kita tidak mau belajar untuk memperbaikinya, menjadi benar, dan dewasa dalam berpikir.
Apapun bentuk ketakutan yang muncul dalam pikiran itu kudu kita kelola dengan bijak dan diatasi agar menjadi energi positif untuk pengembangan diri.
Hidup itu terus bertumbuh dan bertambah besar, bukannya mengecil, kehilangan arti, dan sia-sia. Hidup yang bertanggung jawab pada diri sendiri itu bermakna untuk sesama.
Berbuat salah itu wajar, karena setiap orang pernah melakukannya. Jangan biarkan pikiran kita terkubur ke dalam penyesalan, tapi kita harus segera sadar diri dan bangkit untuk memperbaikinya.
Juga, sebenarnya penyesalan itu tidak perlu terjadi, ketika kita mengedepankan sikap ‘eling lan waspada’. Artinya, kita diajak belajar melihat masalah dengan berpikir jernih, mengantisipasi atau meminimalisasi kemungkinan jelek yang timbul dalam setiap tindakan. Kita tidak ‘grusa grusu’ atau emosian, tapi sabar dan tawakal.
Lebih daripada itu, ketika kita menyertakan Allah dalam setiap tindakan, kita tidak bakal menemukan kesulitan atau tantangan berat. Kenapa? Kita sadar diri, kemampuan dan kekuatan kita ada batasnya. Dengan mengandalkan Allah, tak ada masalah yang tidak terpecahkan; tak ada kesulitan yang tak teratasi; dan beban hidup pun berasa ringan, karena kita ditopangNya.
Penyertaan Allah itu dahsyat. Siapapun yang datang kepadaNya dengan rendah diri dan jiwa yang remuk rendam, dijamin tidak dikecewakan! (MR)