Seide.id – Berbahaya bila generasi ini masih terus dicekoki, atau terimbas oleh banyak pernyataan, sikap, kebijakan publik yang lahir dari sesat pikir.
Sesat pikir atau logical fallacy dimiliki bangsa yang tidak mampu bernalar kalau berdebat. Tapi bila eksekutif, anggota legislatif, tokoh masyarakat, seleb, bahkan siapapun yang melontarkan argumen yang lahir dari sesat pikir, betapa akan tidak dewasanya kita dalam berbangsa.
Sekolah-sekolah di negara maju, mengajarkan Ilmu Logika, bagaimana anak tajam bernalar. Misal, bahwa emas itu logam, tapi bukan semua logam itu emas. Mampu bernalar begini tidak sampai melahirkan argumen menggeneralisasikan setiap keadaan, atau peristiwa.
Berdebat yang sehat itu bernalar yang bugar. Orang mampu bernalar kalau berlogikanya kuat. Sekolah dokter mengasah logika sejak mulai diterima masuk, karena Ilmu Kedokteran perlu ketajaman berlogika, dan tidak boleh sesat pikir.
Kalau lemah berlogika, argumennya tidak kuat. Kalau argumen tidak kuat, apalagi bila keluar dari kepribadian yang ngeyel, dan yang ngeyel ini public figur, rakyat belajar dari argumen yang sesat pikir. Apalagi kalau dari tokoh panutan. Apalagi kalau dari seorang pejabat, pengambil kebijakan publik. Mencegah HIV dengan memilih berpoligami, misalnya.
Ini satu contoh sesat pikir, karena argumennya tidak kuat. Dunia sudah menemukan cara ilmiah mengurangi kasus HIV, dan itu rujukan negara untuk melaksanakannya.
Ada lebih 20 jenis sesat pikir, yang tumbuh apabila masyarakat tidak kuat bernalar, kurang cerdas berlogika, imbasnya berujung bangsa yang tetap kurang dewasa. Bahaya kalau imbasnya berujung kekerasan, merasa pikirannya paling benar. Hadirnya sumbu pendek, misalnya.
Berlogika bikin tajam akal sehat kita. Saya pernah menuliskan ihwal akal sehat. Bahwa setiap anak perlu tajam akal sehatnya sejak di bangku sekolah. Akal sehat juga yang akan mengantarkan anak, apa pun bidang keahlian yang digelutinya kelak, untuk menjadi orang sukses.
Argumen orang berakal sehat, buah dari pikiran yang waras, merujuk kepada kebenaran universal. Berdebat dengan orang berakal sehat yang tidak berujung debat kusir. Peliknya bila berdebat dengan pihak yang sesat pikir. Tidak bakal ketemu ujungnya, kalau bukan malah emosional.
Ini juga soal didikan anak di rumah semasa kecil. Anak jatuh, yang disalahkan lantainya. Kebiasaan yang berkembang begini, yang membuat anak terpola mind setnya, anak akan menyalahkan pihak lain kalau dirinya bersalah. Ini juga sesat pikir. Pikiran Tuhan harus dibela, logikanya, bahkan logika spiritualitasnya, bukankah Tuhan tidak perlu dibela.
Bangsa yang bugar, yang dewasa tidak lahir dari masih banyaknya ungkapan sesat pikir, dari mana pun datangnya. Untuk itu generasi perlu didewasakan dengan sikap kritis.
Untuk tumbuh sikap kritis generasi, perlu kuat berlogika, perlu tajam akal sehatnya. Ilmu Logika, bagian dari Filsafat, perlu masuk kurikulum, dan peran nasihat orang di rumah ikut mendewasakan anak bernalar sejak kecil.
(Ini bagian dari topik bahasan saya keliling Nusantara membawakan seminar lokakarya (semiloka) “Sekolah Menjadi Ibu”, memperkaya wawasan ibu agar mumpuni melakukan peran sebagai ibu, sebagai yang mendapat mandat membesarkan anak secara sehat, agar lahir generasi unggul) .
Salam menjadi bangsa yang tidak sesat pikir,
Dr Handrawan Nadesul
Untuk Sukses Anak Perlu Kesenian, Dongeng, Puisi, Dan Musik Juga