OLEH : SAHAT SIAGIAN
Setahun lewat saya bersuara agar gereja membuka pintunya guna menampung penderita Covid yang membutuhkan kamar perawatan. Sebagian gereja waktu itu masih bertahan dengan ibadah offline.
Saya bilang, bubarkan ibadah-perayaan kalian. Bongkar kursi- kursi dan meja, angkut ranjang dan tirai, koordinasikan pengumpulan dana untuk membeli obat-obatan sederhana. Ajak warga jemaat menyediakan makanan selama masa pengasingan.
Saya ingat betul, Pdt. Ratu Herlina langsung menyambut seruan tersebut. Bersama rekan-rekan se-gereja, dan juga mengajak warga gereja lain, mereka bertekad membuka gereja guna menampung limpahan penderita Covid. Langkah pertama, mereka kumpulkan bantuan dalam bentuk makan siang bagi keluarga-keluarga yang terdampak secara ekonomi oleh melemahnya bisnis di segala lini..
Terlalu banyak orang Kristen palsu yang mengira bahwa ibadah sejati sesungguhnya berlangsung di gereja. Corona telah menelanjangi kita semua. Setahun lebih kita tidak bergereja, bahkan pada perayaan Natal dan Paska.
Murkakah Tuhan melihat rumahnya sepi karena tak ada yang datang? Turunkah hujan belerang karena kita lebih takut kepada Corona ketimbang kepada murka Tuhan? Siniskah Tuhan seperti Yesus menegur murid-muridnya yang tak punya iman untuk menghentikan angin sakal di tasik Tiberias?
Omong kosong. Hidup kita baik-baik saja meski Corona masih terus memburu. Tidak turun gempa bumi secara serentak di seluruh pelosok negeri. Tuhan kelihatannya cool and calm.
Yang membutuhkan kedatangan kalian di gereja ternyata para administratur, bukan Tuhan. Yang ngebet kepingin didengar umat adalah para pendeta dan pengkhotbah. Tuhan tidak butuh apa-apa. Kita milikNya dalam arti secara keseluruhan sehingga kita tak ada tanpaNya. Ngapain Dia butuh sesuatu–apa pun–itu dari kita?
Keadaan hari-hari belakangan ini memburuk luar biasa. Bukan cuma strain-nya, sederet cerita pilu di India mulai mampir ke sini. Pasien terhampar di pelataran RS. Tapi tak usah politisasi keadaan. Jerman, Italia, Amerika Serikat juga pernah mengalaminya, bahkan lebih memilukan.
Sebagian berharap pada vaksinasi. Tapi ketahuilah vaksin yang disuntikkan ke tubuh kita tidak seperti Johnson&Johnson di Amerika Serikat. Vaksin tersebut hanya disuntikkan satu kali. Semua lalu dipersilakan buka masker dan berkehidupan bebas di mana pun. Tidak dengan kita.
Sinovac sejak pertama sudah punya persoalan dalam hal efikasi. Astrazeneca perlu menunggu 2-3 bulan sebelum masuk ke dosis kedua. Jadi, sebetulnya baru 3-6 bulan lagi keadaan berangsur membaik. Sebelum itu?
Bertolong-tolonganlah. Tutup semua gereja bagi ibadah perayaan. Ibadah adalah bikinan manusia. Tak ada satu pun dari kita, entah Paus apalagi Ephorus, yang bisa memastikan Allah berkenan. Kita tidak pernah tahu apakah selama ini kita melakukan kesia-siaan atau bukan.
Satu yang pasti, membuka gedung gerejamu untuk menampung mereka, yang terlunta di areal parkir RS dan tempat-tempat lain dengan napas hampir putus, tidak sia-sia.
Foto : The Anglican Journal