MENULIS ITU ASYIK (4)
Oleh BELINDA GUNAWAN
“Bocah SMP” itu menyerahkan tugasnya dengan hati berdebar. Diam-diam ia berharap mendapat angka 6 saja, ditambah sedikit pujian dari dosennya. Kuliah? Ya, Bocah sudah cukup umur untuk kuliah, hanya saja perawakannya kecil bak pelajar sekolah menengah.
Pada kuliah Menulis berikutnya terjadilah episode ini:
“Saya sudah baca tugasmu.”
Bocah menunduk. Berharap, berharap….
“Ditulis dengan tulisan tangan yang rapi…
“Diberi bingkai yang cantik…
“Okelah, tapi ingat, ini bukan mata kuliah desain grafis.”
Bocah menelan ludah, menekan rasa malu sudah carmuk sedemikian rupa. Apalagi ia merasa teman-teman seangkatan kini mengerumuninya dengan tatapan mata.
“Kamu bercerita tentang seorang gadis berhati emas. Apakah benar, hatinya terbuat dari emas?”
Bocah menatap Dosen. Hatinya protes, “Alah, Ibu, tentu saja bukan emas beneran. Itu kan metafora, Bu, metafora seperti yang Ibu ajarkan?”
“Kamu ingin menggambarkan apa sesungguhnya?”
“Saya ingin … menggambarkan karakter gadis yang baik dan tulus, Bu .…”
“Ada cara lebih baik untuk menyampaikan maksudmu itu, yaitu …”
Bocah dan seluruh kelas menajamkan telinga.
“Gambarkan dengan menulis apa yang dilakukannya, apa yang dikatakannya.”
Dosen memberikan beberapa contoh.
Saat itulah Bocah memahami SHOW, NOT TELL, yang merupakan salah satu pakem penulisan fiksi.