Sesekali cobalah bertanya pada diri sendiri, siapakah kita ini? Dengan bertanya, kita belajar untuk mengetahui jatidiri sendiri. Kenapa kita terlahir dan berada di dunia ini?
Adalah langkah bijak, jika kita berani belajar untuk menemukan jawaban yang sebenarnya.
Jangan asal menjawab, hal itu sulit dan berat, jika kita tidak mau merenungkannya.
Cobalah untuk memutar ulang sejak kita dalam kandungan, lahir, hingga saat ini. Atau saat sekolah dan menjalani hidup keseharian.
Semua itu butuh proses. Hidup adalah jalan pembelajaran untuk pengembangan diri. Bertumbuh, berkembang, dan menghasilkan buah.
Ketika kita tidak mengisi hidup ini dengan hal yang baik dan positif, berarti hidup kita tidak menghasilkan buah dan kurang berarti.
Salah satu faktor utama yang membuat hidup ini kehilangan makna adalah kemalasan diri sendiri. Padahal hidup adalah sarana untuk belajar dan bertumbuh.
Ketika kita malas belajar dan malas bekerja,… maaf…, membuat kita menjadi bodoh dan miskin.
Kebodohan itu sumber dari penderitaan, karena kita tidak mau menggunakan akal dan budi untuk berpikir sehat. Akibatnya, kita mudah dihasut, ditipu, hingga berani melakukan perbuatan yang menyimpang dari logika dan hati nurani.
Sebaliknya, ketika kita berpikir, bahwa hidup adalah anugerah Allah, berarti kita juga diajak berpikir agar hidup kita untuk Allah. Kita bertanggung jawab atas hidup ini kepadaNya.
Dengan mensyukuri karunia Allah, kita diajak untuk menggali bakat dan talenta untuk mengembangkan potensi diri.
Semakin banyak diberi oleh Allah berarti semakin besar pula tanggung jawab kita.
Kita diberi oleh Allah agar kita murah hati. Artinya, kita jangan lupa diri dari mana kita memperoleh semua itu. Yang kita punyai itu bersifat sementara, karena semua itu milik Allah. Kita tak lebih hanya miliki hak guna pakai. Allah yang memberi, Allah pula yang mengambil.
Ketika hidup diarahkan dan fokus untuk kemuliaan Allah, kita dimampukan menjalani hidup ini dengan rendah hati dan ikhlas.
Kita berbagi kepada sesama dengan tulus hati. Kendati kebaikan kita tidak ditanggapi, dinyinyiri, bahkan dihujat sekalipun, kita tidak kecewa atau sakit hati.
Siapa yang hidupnya berorientasi untuk kemuliaan Allah, dijamin temukan jatidirinya sendiri. (MR)