Sikap Israel dan Arab Menghadapi Konflik Rusia-Ukraina

Sikap Israel dan Arab Menghadapi Konflik Rusia- Ukrania

(Foto: NDTV)

Saya mencermati sikap Israel dalam konfllik Rusia-Ukraina. Ini menarik, karena etnis Yahudi banyak berada di Ukraina.

Hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Direct Polls LTD pada awal Maret, 76 persen orang Israel mendukung Ukraina, sementara hanya 10 persen yang mendukung Rusia.

Lantas bagaimana dukungan resmi Isael kepada Ukraina? Zelensky dapat kesempatan bicara di depan parlemen Israel. Berharap dapat bantuan sistem pertahanan Rudal Iron Dome dari israel. Namun, untuk hal ini ditolak dengan tegas oleh Israel.

Semua tahu bahwa Israel itu proxy AS. Jadi, aneh saja kalau sikap Israel yang tidak patuh kepada AS. Bahkan, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett terjun langsung sebagai juru damai. Padahal, AS menutup pintu berunding dengan Rusia. Ada apa ?

Menurut saya, ini lebih kepada sikap AS sendiri dalam kasus Suriah. AS meninggalkan sendirian Israel menghadapi Suriah. Padahal, awalnya AS sebagai kreator konflik di Suriah.

Namun, setelah Iran (HIzbullah) masuk dalam konflik dan kemudian Rusia juga terlibat, AS malah kendor. Bahkan, ISIS, yang tadinya bagian dari jaringan proxy AS, diburu oleh tentara AS dan koalisi Arab.

Mungkin, AS punya alasan. Karena kawatir keterlibatan ISIS bisa mengganggu eksistensi monarki di Arab. Tetapi Israel? Ada Iran yang musuh bebuyutan. Bagaimana?

Israel tidak takut berperang dengan Iran. Tetapi, tentu dengan syarat bahwa Iran tidak didukung Rusia. Itu sebab, mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berusaha mendekati Kremlin berharap agar Putin tidak membela iran. Akhirnya, terjadi kesepakatan vivendi. Bahwa Rusia tidak akan memberikan dukungan kepada Iran dan Hizbullah, asalkan Israel tidak menyerang pasukan Rusia di Suriah. Pada waktu bersamaan, tujuan militer Rusia mempertahankan rezim Bashar al-Assad tercapai.

Tapi, apakah Iran dirugikan atas kesepakatan itu? Tidak. Justru karena itu Rusia punya alasan mempertahankan kehadiran militernya di Suriah.

Tidak mudah menghadirkan militer tanpa ada legitimasi. Nah, ini peluang bagi Rusia untuk mengancam kepentingan AS di Timur Tengah. Bagi Israel, terlalu berisiko mendukung Ukraina. Sebab, rudal Rusia ada di halaman rumahnya (Suriah).

Jadi, analoginya, “Lo pegang Ukraina, gue pegang Israel. Sama-sama kita ada di depan pintu,” kata Putin kepada AS.

Namun, yang jadi masalah, Rusia berhasil menguasi teras rumahnya Crimea). Sementara AS tidak mampu menguasai kehadiran Rusia di teras rumah proxy-nya ( Israel). Bahkan, membiarkan Israel menghadapi situasi ancaman itu. Nah bagi Israel, lebih baik berbaik hati kepada Rusia, daripada dihabisi Rusia bersama Iran. Bagi Naftali Bennett walau harus berlutut dan menelus Putin itu lebih baik daripada harus mengikuti Biden melakukan sanksi ekonomi Kepada Rusia.

Sikap Israel ini juga diamini oleh negara-negara Arab. Arab Saudi dan UEA telah menolak permintaan AS untuk meningkatkan produksi minyak guna menjinakkan kenaikan harga minyak mentah yang mengancam resesi global setelah serangan Rusia di Ukraina.

Bahkan, Arab akan menggunakan Yuan untuk transaksi minyaknya. Tentu akan menambah deretan negara raksasa yang bergabung dengan rezim Yuan. Kalau tidak ada inisiatif dari AS dan NATO untuk menghentikan perang dan memaksa Ukraina menyerah, jelas kebodohan yang sia-sia.

BACAAN LAIN

Singgung Krisis Rusia – Ukrania, Pesan Video Arnold Schwarzenegger Menjadi Viral

Mengapa Cina Menganggap Barat Harus Disalahkan atas Perang Rusia di Ukraina?

Avatar photo

About Mas Soegeng

Wartawan, Penulis, Petani, Kurator Bisnis. Karya : Cinta Putih, Si Doel Anak Sekolahan, Kereta Api Melayani Pelanggan, Piala Mitra. Seorang Crypto Enthusiast yang banyak menulis, mengamati cryptocurrency, NFT dan Metaverse, selain seorang Trader.