Penulis Jlitheng
Perempuan lanjut usia yang sedang menuju antrian di mini market itu bernama Ibu Pertiwi. Ia tampak lelah ketika beringsut menuju antrian ke kasir. Kaki kirinya terasa sakit berjalan agak diseret.
Begitu tiba pada antrian, ia melihat seorang pria muda dengan tiga orang anak dan seorang istri yang sedang hamil tiba tepat bersamaan dengannya.
Perempuan sepuh itu tidak bisa melepaskan pandangannya dari tato di leher pria muda tersebut. Pasti ia pernah dipenjara, pikirnya.
Ia terus memerhatikan penampilan lelaki itu. Blus kaus putihnya, rambut yabg dicukur pendek, dan celana jeans yang dikenakannya membuat perempuan itu sampai pada kesimpulan, ia pasti anggota gang.
Ibu Pertiwi, perempuan lanjut usia itu, membiarkan pria muda mengambil tempat di depan dia.
“Silakan Anda lebih dulu,” kata wanita (tu.
“Tidak, Ibu yang lebih dahulu,” balas pria itu.
“Ayo silakan, Anda tidak sendirian,” sahut Ibu Pertiwi.
“Kami, yang muda, harus hormat kepada yang lebih tua,” tegas lelaki muda itu.
Bersamaan dengan itu, dia menggerakkan tangannya, menyilakan perempuan sepuh itu mengambil tempat di depan.
Seulas senyum tergurat di bibir Ibu Pertiwi ketika ia lewat di depan lelaki muda itu. Sebagai seorang yang berjiwa pendidik (rupanya dulu seorang guru), ia tidak dapat melewatkan kejadian istimewa ini sehingga ia berpaling ke belakang dan bertanya, “Anda sopan sekali anak muda, siapa yang mengajari sikap itu kepada Anda?
Sambil setengah membungkuk, pria muda bertato itu meraih tangan Ibu Pertiwi, menggenggamnya dengan lembut dan menjawab, “Tentu saja saya tak pernah lupa. Saya Santosa, Bu. Ibu adalah Ibu Pertiwi, yang mengajari waktu saya masih kelas tiga SD.”
Mendengar itu, seketika itu Ibu Pertiwi membalikkan badan, ia tatap lekat-lekat pria muda bertato itu sambil bergumam, “Santosa anak nakal tapi saya sayangi itu…”
Dan, ia biarkan air mata meleleh di pipinya dengan senyum yang lebih lebar. Senyum bahagia
Sopan Santun itu sebuah kekuatan pribadi. Kekuatan yang belum tentu dimiliki oleh setiap pejabat atau yang bergelar. Sopan santun bersahabat erat dengan kerendahan hati.
Salam sehat dan tetap berbagi cahaya, kepada siapa saja, selagi bisa.
(Dimodivikasi dari buku Chicken Soup for the Unsinkable Soul, 2011, dengan judul Sikap yang Nyaris Berubah)