Foto : Koushik Pal / Unsplash
Jangan dibayangkan macetnya! Ketika lebih dari 80 juta pemudik memadati jalan dengan 23 juta mobil dan 17 juta sepeda motor. Lebih asyik, jika hal itu dijalani dengan hepi: _alon-alon asal kelakon_. Yang penting, kita sampai di kampung dengan sehat dan selamat.
Mudik, tradisi mudik tanpa kemacetan di jalan itu tidak asyik. Apalagi, setelah 2 kali Lebaran kita tidak mudik, karena pandemi. Perjuangan berat pulang kampung yang pantas disyukuri. Kita boleh bertemu, berkumpul, dan silaturahmi dengan anggota keluarga maupun teman.
Tradisi mudik mulai dikenal sejak tahun 1970an, ketika banyak orang merantau ke kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan kota lainnya. Tradisi wajib bagi para perantuan untuk mudik ke kampung.
Berbeda dengan mudik tahun-tahun sebelumnya, situasi mudik Lebaran kali ini dalam masa transisi pandemi. Situasi yang wajib disikapi dengan bijak dan diwaspadai agar acara kumpul dalam kebersamaan dan silaturahmi itu tidak dinodai dengan menularkan penyakit.
Bukan berarti tidak boleh kumpul dan silaturahmi, melainkan kita hendaknya saling menjaga satu dengan yang lain untuk terapkan disiplin prokes.
Alasan lainnya adalah tidak semua orang sudah divaksin komplet, sehat, kondisi phisik prima, dan seterusnya. Tapi, dengan terapkan disiplin prokes sebagai tanggung jawab moral anak bangsa yang peduli dengan sebaran penyakit di negeri ini.
Lebih daripada itu, langkah pemerintah yang menerapkan masa transisi pandemi hingga enam bulan ke depan itu layak didukung oleh seluruh pihak yang kompeten dan segenap lapisan masyarakat agar tidak muncul gelombang pandemi yang lain.
Saatnya kita semakin peduli dan bersatu padu terapkan disiplin prokes agar pandemi segera berlalu.
Astaga… (Maaf) Ternyata Kita adalah Pembohong!
Presiden Joko Widodo: Anak-anak di Bawah 18 Tahun Boleh Mudik
Operasi Ketupat 2022 Akan Melibatkan 144.393 Personel Polisi