Oleh HARRY TJAHJONO
Film yang bagus dan menarik, ceritanya masuk akal. Film yang ceritanya masuk akal, susunan adegannya mengalir berkesinambungan, saling berkait merangkai alur cerita yang wajar dan jelas duduk perkaranya. Bukan yang susunan adegannya rumit dan nggak berkesinambungan, dipenuhi peristiwa yang terjadi secara kebetulan.
Film yang dipenuhi kejadian serba kebetulan, ceritanya menjadi nggak wajar, nggak masuk akal, nggak logis, nggak menarik. Supaya alur ceritanya wajar dan logis, antara lain diperlukan apa yang dalam penulisan skenario disebut planting informasi.
Mulai pikun ya? Kan sebelumnya soal itu udah dijelasin?
Emang udah. Cuman ngingetin aja. Siapa tau lupa….
Boros penjelasan, tauk! Langsung aja jelasin soal apa itu planting information aja, deh!
Penjelasan di awal bab tadi namanya juga planting information.
Apa?
Iya. Judul bab ini juga bisa disebut planting information.
Ah…, apa iya?
Emang iya. Planting information itu pengertiannya kan menanam informasi atau menyiapkan keterangan tentang suatu hal yang akan terjadi. Kalo misalnya judul bab ini Resep Masak Soto, lalu dimulai dengan penjelasan tentang soal urusan dapur di sinetron jiplakan dari Korea, kira-kira lo jadi bingung apa enggak?
Ya jelas bingung! Lagian apa hubungannya masak soto sama sinetron jiplakan? Biar katanya berpikir kreatif itu adalah menghubungkan dua hal yang kelihatannya nggak ada hubungannya, tapi masa iya segitu ngaconya?
Itulah. Judul dan awal bab itu ibarat planting information yang di susun dalam film. Supaya penonton tidak bingung. Karena semakin banyak adegan yang nggak saling berkaitan, dijamin tambah ruwet, nggak jelas juntrungannya.
Jadi, supaya saling berkaitan, apa yang terjadi dalam setiap adegan itu sebelumnya harus didukung informasi tentang adegan itu?
Iya. Tapi, bukan berarti penempatan planting information harus berurutan sesuai susunan adegan. Artinya, bukan setelah disampaikan planting information, lalu disusul dengan adegan yang sebelumnya sudah disiapkan informasi tentang apa yang akan terjadi. Penempatannya nggak perlu dan nggak harus runtut kayak urutan pangkat tentara.
Sebuah adegan yang terjadi di tengah-tengah cerita, misalnya, planting information-nya bisa saja disiapkan di bagian awal. Atau sebuah adegan yang muncul di….
Sorii…, mending dijelasin dengan contoh aja, deh. Kalo nggak pakai contoh, mikirnya kelamaan. Udah gitu belon tentu ngerti. Lagian udah janji ngasih contoh yang gampang dan gamblang, kan?
Oke. Misalnya ada film tentang cowok jujur tapi miskin yang diambil menantu oleh jutawan. Kira-kira begitulah “realitas fiksi” dalam cerita itu. Dan film juga ingin menyampaikan pesan bahwa tak satu pun manusia di dunia ini yang tau pasti masa depan hidupnya bagaimana. Jangankan kejadian masa depan, apa yang akan terjadi besok pagi saja nggak ada yang pernah tau. Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan….
Trus…, contoh rangkaian adegannya gimana tuh?
Film diawali dengan adegan si cowok sedang mandi pagi di sungai. Agak jauh di sana, tampak pula beberapa orang sedang nyuci. Si cowok pun pulang lewat jalan setapak, berpapasan dengan nenek yang menggendong cucian. Di jalan sempit itu mereka bersenggolan.
Cucian nenek jatuh berantakan. Si cowok minta maaf, membantu ngumpulin cucian. Lalu si nenek jalan ke sungai. Waktu akan melangkah, si cowok melihat uang tergeletak di tanah, diambil, lalu berlari nyusul nenek. Lantaran kaget, cucian nenek jatuh lagi. Si cowok ngembaliin duitnya nenek, bantuin bawa cucian ke sungai, lalu pulang.
Trus….
Trus digambarkan juga kehidupan orang tuanya yang miskin, tapi jujur, saleh dan rajin bekerja. Juga adegan si cowok jalan menuju gerbang sekolah, mendadak ada mobil ngerem sambil nglakson. Si cowok kaget, diketawain murid lain. Dari mobil keluar gadis cantik, memarahi sopirnya, lalu minta maaf pada si cowok.
Trus….
Cerita mengalir lancar dan wajar. Cowok dan gadis itu akhirnya pacaran. Tapi, orangtua gadis nggak setuju. Si cowok yang pandai itu makin termotivasi mengubah nasib, belajar sangat keras dan dapat beasiswa kuliah, lulus sarjana, jadi pegawai negeri. Hidupnya membaik.
Tapi karena jujur, nggak sekaya mereka yang KKN. Meski gajinya lumayan dan ada jaminan pensiun, orangtua si gadis tetap nggak setuju. Padahal si gadis cinta banget, malah pernah ngajak kawin lari. Tapi, dasar jujur dan saleh, si cowok menolak.
Si cowok memilih kerja keras supaya bisa kaya. Tapi, pekerjaan yang halal hasilnya nggak banyak. Padahal, si gadis sudah dijodohkan dengan jutawan muda. Karena si cowok tetap teguh hidup jujur dan saleh, si gadis akhirnya mulai capek menolak kehendak orangtuanya. Apalagi jutawan muda itu ganteng dan keturunan ningrat.
Trus….
Trus…(ehem!), konflik yang terjadi makin kompleks, tegang, merangkak menuju puncak klimaks. Ketika si gadis akhirnya menyerah dan menerima perjodohan yang diatur orangtuanya… (ehem!), penonton pasti menduga kisah cinta gadis dan cowok itu berakhir sedih.
Sebab, dalam adegan yang berkesinambungan itu tergambar situasi kritis si cowok, yang membuat penonton menduga bahwa si cowok pasti kalah, hidupnya akan lebih merana, bisa jadi malah akhirnya bunuh diri, menutup cerita dengan tragedi. Tapi….
Tapi kenapa?
Tapi tak ada manusia tau apa yang akan terjadi besok pagi. Karena itu tiba-tiba si cowok ketiban rejeki, menang lotre berhadiah milyaran. Si cowok langsung kaya raya. Lebih kaya dari jutawan muda, sehingga orang tua si gadis setuju bermenantukan si cowok…, cerita pun happy ending….
Mana mungkin itu bisa terjadi?
Mungkin saja.
Biar mungkin juga nggak masuk akal! Lotre berhadiah itu di Indonesia kan termasuk judi, makanya dilarang?
Belinya lotre di Singapore tuh….
Biar belinya di Las Vegas juga tetap nggak logislah!
Kalo gitu…, tiba-tiba si cowok dapat warisan milyaran aja deh….
Warisan dari siapa?
Bisa dari dari siapa saja….
Makin nggak logis…, tambah ngaco!
He he…, yang nonton film itu mestinya juga kayak lo…, kecewa, kesal dan sebel karena ceritanya nggak masuk akal. Tapi, misalkan disiapkan planting information bahwa sebenarnya si nenek sebatangkara yang pernah ditolong cowok itu tanahnya luas dan nggak punya pewaris, adegan dapat warisan itu akan dianggap penonton sebagai sebuah surprise yang masuk akal.
Kalau nggak disiapin planting information, kesannya dipaksakan, jadinya janggal ya?
Betul. Dan dari cerita itu juga bisa disimpulkan, bahwa struktur dramatik yang awalnya disusun dengan baik, plot yang rangkaian adegannya sejak awal saling berkesinambungan, dalam sekejap hancur berantakan hanya karena munculnya sebuah adegan yang tidak didukung planting information.
Kerja keras membuat alur cerita yang sebenarnya bisa bagus, menarik dan masuk akal, menjadi sia-sia cuman gara-gara teledor menyiapkan planting information.
Kenapa bisa teledor?
Mungkin karena kecapekan atau khilaf. Ah…, jadi ingat Louis Pasteur….
Pasteur penemu vaksin rabies itu?
Betul. Kata Pasteur, “Nasib berpihak pada pikiran yang siap siaga.”
Masuk akal juga.
Yang bikin omongan Pasteur itu masuk akal, antara lain karena didukung planting information kata teledor, kecapekan dan khilaf. Jangan tanya lagi. Gunakan nalar. Pikirkan. Renungkan. Dan baca terus lanjutan artikel ini.*