Nyaris tiap pagi, sebelum pergi ngantor ke lingkungan KUA (Kantur Urusan Agama) Pamulang, Utuy Rachmatullah juga datang ke PCC. Bukan untuk olahraga jalan sehat, melainkan untuk berburu ikan penghuni embung. Mantan penjual roti keliling merk Tan Ek Tjoan ini tak melengkapi diri dengan alat pancing ataupun jala, melainkan dengan sepucuk senapan angin khusus untuk berburu ikan.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
Seide.id 17/08/2023 – Tanah kebun ‘terpencil’ seluas 3 hektar, cuma beberapa puluh langkah saja dari rumah saya di Pamulang Barat yang beberapa tahun lalu dibeli dan dibebaskan Pemerintah Daerah Tangerang Selatan, kini bersalin rupa menjadi Pamulang Community Center (PCC) dan pada 23 Februari 2020 diresmikan penggunaannya oleh Airin Rachmj Diany, Wali Kota Tangerang Selatan saat itu.
Sebagai ruang publik, PCC yang berlokasi di ruas selatan Jalan Suryakencana (berbatasan dengan kawasan Kota Depok, Jawa Barat) menghadirkan berbagai fasilitas olahraga antara lain stadion terbuka lapangan rumput untuk sepakbola, stadion futsal (bisa untuk bermaln malam). skate port, panjat dinding, panggung terbuka pertunjukan seni, jogging track, berbagai fasilitas fitness gratis dan lainnya.
Kini areal yang dulu seperti tak ada dalam peta (saking mojok di sudut kampung) itu ramai nyaris sepanjang hari, dari usai subuh hingga menjelang tengah malam, oleh berbagai aktivitas warga (termasuk kaum pedagang) dari berbagai penjuru Tangsel serta Depok, Jawa Barat. Tak tua tak muda, tak cuma mereka yang gemar olahraga, tapi juga kalangan muda luas yang datang buat ngumpul bareng komunitasnya.
Datanglah selepas Subuh. Areal PCC dipastikan sudah ramai oleh kehadiran para penyuka olahraga pagi, untuk senam jantung sehat, light marathon, fitness, ataupun jalan kaki menyusuri jalur tracking yang tersedia, dari ‘gerbang’ utama di Jalan Suryakencana, turun naik melingkar-lingkar dan memutari embung, water reservoir atau kolam resapan air yang ada di ujung barat PCC.
Embung berbentuk huruf “S” ini sudah ada sejak dulu sebagai resapan air warga sekitar, sebelum limpasan airnya (jika banjir dan permukaan embung penuh) mengalir ke kalenan (parit air) di pinggir komplek kami. Oleh pengembang, embung direnovasi, diperdalam, ditata dan keliling tepinya diberi pagar serta jogging track yang selalu ramai oleh pejalan kaki dan pehobi memancing ikan.
Aslinya embung iu memang banyak dihuni ikan liar yang bebas dipancing orang. Lele, gabus, patin, tawes, mujair, cere, gurami, sepat dan jenis lainnya yang belakangan ditebar pengembang. Tak cuma pengunjung PCC yang datang untuk mancing gratis, bahkan satwa liar penghuni aseli (lingsang, biyawak, ular sanca) dari gorong-gorong sekitar ikut hidup dan ‘cari makan’ di embung.
Nyaris tiap pagi, sebelum pergi ngantor ke lingkungan KUA (Kantur Urusan Agama) Pamulang, Utuy Rachmatullah juga datang ke PCC. Bukan untuk olahraga jalan sehat, melainkan untuk berburu ikan penghuni embung. Mantan penjual roti keliling merk Tan Ek Tjoan ini tak melengkapi diri dengan alat pancing ataupun jala, melainkan dengan sepucuk senapan angin khusus untuk berburu ikan.
Kita sama tahu bahwa sejak tahun 1960, senapan angin sudah diproduksi di Indonesia, bahkan oleh pengerajin kampung sebagaimana banyak dilakukan warga Desa Cipacing, Sumedang, Jawa Barat. Senapan dengan sistem pompa angin ataupun pegas per, produknya dijual bebas di banyak toko, dan lantas dikenal sebagai senapan angin Cipacing.
Berpeluru timah dalam beberapa ukuran, senapan angin umum digunakan untuk olahraga target (menembak sasaran), atau berburu satwa liar (khususnya yang jadi hama pertanian) semisal babi, kelinci, bajing, tikus, burung dan lainnya. Belakangan, senapan angin juga diproduksi secara khusus untuk berburu ikan. Jenis ini yang dibeli Kang Utuy di Pasar Parung Bogor untuk berburu ikan di embung PCC.
Berbeda dengan jenis untuk olahraga target dan berburu bajing, yang menggunakan butir cis atau peluru timah, senapan ikan menggunakan peluru paser, anak panah kecil berhulu lancip dan pangkalnya dipasangi ring untuk mengikat tali pancing. Setelah senapan dikokang untuk menghasilkan tenaga lontar, paser diselusupkan ke dasar lubang laras. Tali pancing yang terhubung paser, digulung rapi di bawah laras.
Lewat teleskop laras senapan dibidik ke arah ikan yang nongol atau berbayang di permukaan embung, dan “Cis…!” Paser terlontar cepat. Seekor gabus toman seukuran 1,2 Kg tertancap paser yang terikat tali pancing. Kang Utuy menariknya ke darat. “Lumayan buat dimasak Gabus Pucung khas Betawi,” ucap Kang Utuy yang pagi itu juga memperoleh beberapa ekor tawes dan mujaer. Hmmm…! ***
17/08/2023 PK 12:52 WIB