Seide.id – Setelah 20 tahun meninggalkan Teater Populer untuk mengajar film di IKJ, Slamet Rahardjo kembali ke sanggar yang membesarkan namanya di kawasan Kebon Pala, Tanah Abang ,Jakarta Pusat itu dan menghidupkannya kembali. Dia menggagas Panggung Teater Tong Tong Shoot
Oleh DIMAS SUPRIYANTO
SLAMET RAHARDJO merasa sudah tua. Tapi, tidak untuk seni teater, film, dan Pancasila.
Dia selalu bersemangat, menggebu, dan gelisah untuk kemudian berkarya. Jika diajak bicara tentang ideologi Pancasila, dia tak berpikir untung rugi, dibayar tak dibayar. Itulah yang dilakukannya ketika diminta Yayasan Generasi Lintas Budaya, yang digagas Ndaru dan Olivia Zalianty, tampil di depan kamera dan bicara menyambut Hari Bela Negara.
Diiringi pembacaan sila yang dilagukan penyanyi remaja, Slamet bicara tentang makna Pancasila bagi kita.
Duduk sebagai aktor dan pembicara, Slamet tampak kooperatif disutradarai dan dikoreksi oleh sineas muda ketika sesekali salah ucap, di Sanggar Teater Populer Jl Kebon Pala 1/291, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (14/12/2021). siang, kemarin.
Dia juga mengajukan berbagai ide usulan untuk penyempurnaan penampilannya dan tentu saja diterima.
“Menghadapi hal-hal yang dekat dengan sikap dan keyakinan saya, nggak masalah. Untung nggak untung, digratiskan atau dijual, kebagian atau nggak kebagian, nggak penting!” katanya.
“Pancasila adalah jiwaku. Saya adalah salah satu pendukung berat Pancasila,katanya.
Bersamanya juga tampil aktor senior Ray Sahetapy.
Usai bicara tentang Pancasila di depan kamera, Slamet antusias bertutur soak menghidupkan kembali Teater Populer, sepeninggal pemilik dan penggagasnya, Teguh Karya, yang meninggal pada 2001.
“Film adalah anak kandung teknologi, dan kita memasuki era digital. Semua orang ke sana, orang film juga. Tak bisa terhindarkan. Maka kita semua harus beradaptasi,” katanya kepada jurnalis Seide.id.
“Kita sudah mencapai tahap di mana digital system jadi perabotan utama, ” imbuhnya.
“Meski saya puluhan tahun mengajar di film dan teknologinya, digital dan medianya merupakan hal baru bagi banyak orang film. Saya pun harus belajar lagi, kata dosen sinematografi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini.
Aktor dan sutradara 72 tahun, kelahiran Serang – Banten, yang bersaudara dengan Eros Djarot dan Budi Djarot ini tengah menggagas dan mematangkan konsep panggung teater yang diberinya nama Tong Tong Shoot. Ada nada canda di sana, selain kata unik.
“Teater Populer sudah nggak ada yang kenal. Pakai nama ‘Slamet Rahardjo’ juga kok kesannya gimana, ya. Jadinya, saya bikin saja Tong Tong Shoot Teater Slamet Rahardjo,” tuturnya dengan senyum.
Sempat tercetus nama Panggung Digital Slamet Rahardjo, tetapi dia malu, dianggap memuja diri sendiri. Meski teman-teman malah mendorong nama itu. Slamet Rahardjo ada brand dan standar kualitas.
Pada akhirnya dia menyebutnya Panggung Teater Tong Tong Shoot Slamet Rahardjo atau Panggung Slamet Rahardjo Tong Tong Shoot.
Nama Tong Tong, katanya, ada dalam lakon wayang Petruk Jadi Ratu, yang menyebut diri sebagai Raden Tong Tong Shot Wel Geduwel Bleh.
Panggung Tong Tong Shoot akan mementaskan teater dan diskusi seni budaya, panggung dibuat akrab, untuk 30-an penonton, direkam dan disiarkan dalam format digital dan dimedia-sosialkan. Ini lagi bicara sama produser, masih mengolah dan mematangkan idenya. Mumpung masih kuat, katanya.
“Saya membayangkan antara yang main dan menonton membaur,” katanya, menunjuk ruang latihan dan pementasan di sanggar.
Selanjutnya dari teater ke teater