Oleh SLAMET RAHARDJO
Hari ini, kita berduka. Ibu Rachmawati Sukarnoputri, pukul 06.15 WIB pagi tadi, dikabarkan wafat. Saya pribadi menyampaikan duka cita mendalam dan mendoakan Almarhumah diterima Allah SWT sesuai amal ibadahnya. Kabar duka itu, selain menimbulkan kesedihan, juga mengingatkan saya pada Bung Karno.
Gelombang hoax, ujaran kebencian dan atau fitnah yang belakangan ini marak di media sosial dan di tengah masyarakat dewasa ini, bukan lagi sekadar tindak kriminal melainkan suatu kejahatan yang keji. Menurut saya, perilaku keji tersebut antara lain akibat sebagian dari bangsa kita kehilangan kompas, melupakan pedoman berbangsa yang diwariskan founding-father republik ini.
Saya tidak hanya ingat tapi hapal ajaran Bung Karno tentang pikiran agung, sabda mulia dan perasaaan murni Presiden RI yang pertama itu. Kata Bung Karno, Tuhan akan bersama kita dalam pikiran agung yang penuh kegembiraan, penuh keindahan, sehingga memudahkan kita untuk bersyukur, untuk mensyukuri keberhasilan maupun kegagalan.
Sabda mulia mengarahkan kita bahwa segala sesuatu harus mengacu pada kebenaran. Bukan hanya ngotot dengan “kebenaran” kita sendiri melainkan juga bisa menerima dan menghargai “kebenaran” orang lain. Termasuk harus mau dan mampu mengakui kesalahan yang kita lakukan.
Sedangkan perasaan murni adalah hati yang penuh cinta, hati yang “tega larane ora tega patine”, hati yang “ora mentala” bertindak semena-mena terhadap sesama, hati yang tidak punya kekejaman untuk melakukan korupsi yang akan memiskinkan sesama. Tiga hal itulah yang membuat saya menjadi seniman. Dan saya pikir tiga hal tersebut akan membuat kita tidak tergoda untuk melakukan hoax, ujaran kebencian atau fitnah.
Dalam konteks kerukunan sosial, Bung Karno juga telah memberikan pedoman sederhana, yakni Pancasila yang “diperas’ jadi Trisila dan “diperas'” lagi jadi Ekasila yang berarti gotong royong. Itulah inti Pancasila. Dan gotong royong tidak akan terwujud tanpa kerukunan sosial. Tugas kita adalah menggelorakan gerakan Gerakan Budaya Kerukunan Sosial agar mampu bertumbuh menjadi bayang-bayang kehidupan setiap manusia Indonesia. *