Seide.id -Tekanan darah berfluktuasi dari jam ke jam, dipengaruhi oleh aktivitas fisik, emosi, di mana diukur, dan jangan lupa, alat pengukurnya, serta cara mengukurnya.
Akan berbeda hasilnya bila diukur sehabis beraktivitas fisik, selagi marah, atau sedang emosi. Itu maka paling tepat diukur saat baru bangun pagi. Kita bisa tahu tensi darah paling sejati. Dokter menganjurkan mengukur tensi darah pagi sesaat setelah bangun tidur, sebelum melakukan aktivitas apapun karena alasan itu.
Tensi darah juga dipengaruhi oleh irama sirkadian tubuh, ada saat kapan tensi sedang lebih tinggi ada saat lebih rendah dari biasanya. Dalam selisih kisaran kecil, fluktuasi tensi dianggap dalam batas normal.
Hasil tensi darah juga dipengaruhi oleh di mana pengukuran dilakukan. Orang yang “white coat syndrome“, yakni orang yang tensinya tinggi bila diperiksa dokter atau di rumah sakit, tapi normal kalau diperiksa di rumah. Keliru kalau menilai orang dengan sindroma ini dan didiagnosis hipertensi. Juga saat vaksinasi Covid, tensi darah cenderung lebih tinggi dari biasanya.
Perhatikan pula, apakah alat ukur tensi sphygmomanometer masih akurat. Hanya bila dilakukan tera secara berkala, alat ukur tetap akurat. Demikian pula alat ukur digital, bergantung baterei apakah sudah lemah. Dan satu hal lagi yang acap luput dari perhatian, apa benar cara mengukurnya.
Saya mengamati, bahkan di RS besar dan ternama, perawat mengukur tensi darah secara tidak tepat secara aturan. Pemasangan bebat idak boleh terhalang kain lengan baju, posisi bebat sekitar 5 Cm di atas lipat siku, keketatan pembebatan secukupnya, tidak kencang sekali, tidak juga kendur. Hasil ukur akan berbeda bila cara ukur tidak sesuai aturan.
Pengukuran tensi darah perlu akurat, oleh karena ini cara satu-satunya mendiagnosis hipertensi. Keliru mengukur, keliru mendiagnosisnya. Kalau orang bukan hipertensi, padahal tensi normal, hanya oleh karena tidak tepat mengukurnya, soal waktu mengukurnya, soal alat ukurnya, atau cara ukurnya, maka didiagnosis hipertensi, lalu diberi obat antihipertensi. Akibatnya, bisa terjadi stroke hypotension. Stroke akibat tensi mendadak anjlok.
Hal lain, soal berapa nilai normal tensi darah. Dari waktu ke waktu ada perubahan konsensus di kalangan ahli jantung dan pembuluh darah global maupun regional. Namun satu hal pasti, tidak serta-merta tensi darah di atas 120/80 didiganosis sebagai hipertensi. Konsensus Asia menyebut untuk pasien di bawah 80 tahun di atas 135/85 baru tergolong hipertensi, yang di atas 80 tahun 145/90 baru tergolong hipertensi.
Artinya baru apabila diagnosisnya hipertensi yang memerlukan terapi, apakah non-pharmaca dengan mengubah gaya hidup: berat badan dibikin ideal, cukup berolahraga, dan membatasi konsumsi garam dapur, atau sudah perlu minum obat.
Kalau kasus hipertensi ringan, atau borderline hypertension, biasanya dimulai tanpa obat, dan memilih non-pharmaca dengan cara mengubah gaya hidup sehat. Baru bila setelah jangka waktu tertentu tanpa obat tensi tetap lebih dari normal, obat mulai diperlukan. Itupun obat golongan lapisan pertama yakni golongan thiazide. Bila dengan thiazide tensi tetap, baru ditambah kombinasi dengan obat antihipertensi tambahan. Dokter yang memilihkan golongan antihipertensi yang cocok untuk pasien per pasien. Kita mengenal obat antihipertensi ada beberapa golongan, berbeda pilihannya untuk orang gemuk, orang dengan gangguan jantung, atau pasien dengan diabetik.
Prinsip pemberian obat apapun, termasuk antihipertensi, dipilih obat yang dari golongan paling lapisan pertama, dosis sekecil mungkin, semurah mungkin, yang memberikan efek sebesar mungkin. Jadi pilihan obat hipertensi lebih soal kecocokan. Kita tidak boleh menyontek obat orang hipertensi lain dalam memilih obatnya.
Apakah pasien hipertensi harus minum obat seumur hidup sepanjang hayat? Lihat-lihat jenis hipertensinya apakah primer yakni karena ada faktor keturunan (genetik), atau hipertensi sekunder sebab ada gangguan di organ ginjal, kelenjar anak ginjal, atau kelenjar gondok.
Pada hipertensi yang sekunder obat boleh dihentikan apabila gangguan organ yang menjadi penyebab hipertensinya sudah teratasi. Termasuk yang hipertensi karena faktor kegemukan, kurang gerak, dan konsumsi garam dapur berlebihan. Namun hipertensi primer, perlu minum obat sepanjang hayat, bila tanpa obat tensinya tidak terkendali. Yang masih diharapkan pada kasus hipertensi primer, hipertensinya bisa lebih dikendurkan dengan mengubah gaya hidup, cukup berolahraga, berat badan dibuat ideal, dan asupan garam dapur dibatasi. Dengan tensi lebih rendah, dosis obat bisa dikurangi. Bagaimanapun semua obat antihipertensi jelek efek sampingnya. Kita terpaksa meminumnya karena tanpa obat, hipertensi jadi menahun dan berkomplikasi ke otak, jantung, ginjal, dan mata, kalau bukan terancam kehilangan nyawa.
Sering beredar di medsos ihwal batasan tensi darah normal dan tidak normal. Nilainya tentu tidak seragam. Juga nilai tensi darah normal pada usia lanjut. Itu ditentukan oleh kondisi pembuluh darahnya sendiri, apakah masih cukup elastis seiring bertambahnya umur. Bila sudah kaku (arteriosclerosis), maka tensi sistolik atau tekanan atasnya cenderung jauh meninggi, sedang tekanan bawah diastoliknya dalam batas normal. Ini kasus systolic hypertension, tidak seburuk kasus hipertensi galibnya.
Untuk menjaga tensi darah tetap dalam batas normal, pembuluh darah seluruh tubuh perlu dirawat. Untuk itu perlu nutrisi menu harian yang lengkap, kecukupan vitamin mineral, dan cukup beraktivitas. Itu pula alasan mengapa suplemen vitamin mineral dibutuhkan seiring bertambahnya umur.
Idealnya pasien hipertensi mengukur sendiri tensinya di rumah setiap bangun pagi HBPM (Home Blood Pressure Monitoring). Jadi perlu punya alat ukur sendiri. Gunanya setiap pagi mengukur tensinya. Obat hanya diminum bila tensi di atas nilai normal. Tidak diminum bila normal. Minum obat antihipertensi rutin tanpa mengindahkan berapa tensi harian, ada risiko terjadinya stroke hypotension – saat tensi tidak tinggi, minum obat bikin tensi jadi anjlok. Tensi anjlok, pasokan darah ke otak menurun, otak kekurangan pasokan darah, stroke bisa tercetus. Pasien yang bertanya “Dok, kenapa sudah minum obat antihipertensi teratur, hidup sehat, makan sehat, masih terserang stroke?” Jawabannya di atas itu: stroke hypotension.
Nilai standard tensi darah di bawah ini salah satu konsesus WHO-ISH 1999. Konsensus yang sekarang kurang lebih sekitar itu.
Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul