Wisata ke Badui artinya berjam jam jalan kaki. Tak ada kendaraan di Baduy – Foto Heryus Saputro Samhudi
Oleh Heryus Saputro Samhudi
BANYAK para sedulur saya, para pelaku bisnis wisata berterima kasih. Gegara Presiden Joko Widodo mengenakan busana adat khas pria Baduy Luar, saat pidato kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI tanggal 16 Agustus 2021, dunia kepariwisataan Provinsi Banten berkait “Tanah Urang Baduy” sontak mengeliat lebih dari biasanya, di tengah membatasan prokes Covid-19.
“Alhamdulillah, Kang…! Barang-barang nu tiasa dipake urang Panamping – tas koja, tas jarok, tas pelepah gedang leuweung, iket kepala batik biru jiga nu dipake Pak Jokowi, baju belacu koko kancing batok – kabeh beak diborong urang Jabodetabek via on-line. Order terus asup. Terpaksa produksi digenjot. Pengerajin jeung pengepul di banyak desa diminta kirim barang lebih banyak, biar di gudang tetep aya stock… “
Begitu jawaban via WA yang saya terima dari seorang sedulur, pengusaha UKM di Ciboleger, desa terdekat di gerbang batas Desa Kanekes – kampung halaman Urang Baduy. Intinya, sedulur saya ini mengungkap rasa gembira bahwa ragam cenderamata khas, yang selama ini biasa digunakan masyarakat Baduy, kian laris dibeli orang, bukan cuma yang datang langsung ke TKP, tapi juga pembeli secara on-line.
Tak cuma toko cenderamata ataupun UKM yang ramai pesanan, tapi juga para sedulur saya di luar Baduy yang mengupayakan trip wisata backpacker Nyaba Baduy. Para pengusaha dan pemilik kendaraan penumpang di Rangkasbitung, bus-bus minicab, dengan seat antara 8 hingga 18 orang, kian ramai disewa grup-grup backpacker, khususnya dari Banten, Bogor dan Jakarta.
Ada banyak grup jalan-jalan Nyaba Baduy. Biasanya untuk paket 2 hari 1 malam (menginap di satu kampung Baduy Luar) atau paket 3 hari 2 malam dengan menginap di sebuah kampung Baduy Luar dan semalam di satu kampung di Baduy Dalam. Berangkat tengah malam, dengan minibus sewaan dari satu lokasi check point di satu kota, pagi hari rombongan tiba di Ciboleger untuk kemudian jalan kaki keliling Baduy.
“Nah, ini, Bang…!” tukas heran seorang teman, yang sudah berpengalaman kemana-mana, bahkan ke berbagai destinasi wisata di luar negeri. “Ternyata, di Baduy kita harus jalan kaki, ya, dari satu kampung ke kampung lain? Sama sekali nggak ada kendaraan? Nggak ada jasa tandu? Wisata kok jalan kaki, sih? Pup juga harus di sungai, ya? Mandi nggak boleh pake sabun? Repot banget…!” katanya, urung ikut.
(bersambung)
29/06/2021 Pk 10:41 WIB