Sukses Hidup Juga Perlu Akal Sehat

handrawan nadesul

Apapun bidang yang kita geluti, ketajaman berakal sehat kunci menuju hidup yang lebih nalar. Hidup yang bernalar mengantar kita menuju sukses hidup.

Gelar panjang, belum jaminan sukses kalau tidak tajam akal sehatnya. “Tacit knowledge”, kemampuan menalar yang tidak bisa dipelajarkan. Tak ubahnya proses belajar naik sepeda, bagaimana kita menjabarkan tekniknya, begitu saja proses kita bisa naik sepeda itu berlangsung. Seperti itu tacit knowledge.

Sukses hidup juga perlu punya kelebihan tacit knowledge. Orang pintar banyak, orang berpestasi juga banyak, tapi yang punya kelebihan itu, itu yang ikut menentukan kesuksesannya.

Menalar berarti bisa berpikir logis, berpikir masuk akal. Selain perlu berlatih, butuh banyak wawasan untuk bahan bernalar. Kurikulum pendidikan dasar di banyak negara ada pelajaran Logika. Ini metamatika kebenaran, bagaimana segala sesuatu bisa dipikirkan secara bernalar. Contoh berlogika yang berarti berpikir masuk akal, bahwa emas itu logam, tapi bukan semua logam itu emas.

Makin masuk akal cara kita berpikir, makin tajam kemampuan kita bernalar, makin skeptis tidak gampang percaya kita terhadap apa yang kita dengar, lihat, baca, dan alami.

Misal, mampu menilai tidak masuk akal makhluk hidup berasal dari benda mati. Contoh, tidak percaya kalau orang mengidap penyakit cacing kremi gara-gara makan kelapa parut hanya karena bentuk cacingnya mirip dengan kelapa parut. Atau kuda laut lambang Pertamina, konon kalau kawin sampai berjam-jam lamanya, juga tidak percaya sebagai obat kuat lelaki, oleh karena sama sekali bukan pikiran yang nalar.

Bukan karena gelar kita panjang, maka bicara, pandangan, sikap kita selalu masuk akal. Tidak semua bidang ilmu yang kita kuasai, menjawab semua pertanyaan, dan memuaskan keingintahuan kita. Perlu logika, perlu akal sehat untuk menjawabnya.

Banyak pertanyaan medis, misalnya, yang perlu dijawab dengan akal sehat, karena tidak semua jawabannya tertulis dalam buku teks. Maka profesi dokter sangat membutuhkan ketajaman berakal sehat. Misal, fakta semua infeksi hati bergejala kuning, tapi orang dengan gejala kuning belum tentu infeksi hati penyebabnya.

Sukses dalam bisnis, dalam mengelola uang, dalam pilihan hidup, dalam menekuni keahlian, butuh pikiran yang berakal sehat. Orang yang tajam akal sehatnya orang yang genah, yang kalau berdiskusi nyambung, juga dalam berdebat. Karena kalau berdebat tidak pakai akal sehat, tidak bernalar, tanpa logika, ujungnya debat kusir atau pokrol.

Akal sehat juga harus bekerja kalau ingin sukses mengelola uang. Misal bagaimana memilih investasi supaya uang lebih banyak beranak. Untuk itu akal sehat perlu tajam juga. Misal, uang harus memilih ditanamkan pada properti yang prospeknya membuahkan profit berlipat kali. Kalau uang yang sama diinvestasi pada lokasi untuk naik dua kali lipat saja berat, akal sehatnya harus memilih investasi properti yang nilainya masih sunrise, yang saat membeli saja sudah profit karena harganya miring, tapi prospek profitnya puluhan kali lipat. Nalarnya dengan memilih lokasi properti yang tepat, uang dengan nominal yang sama mampu bekerja lebih keras.

Banyak hal dalam hidup perlu berakal sehat. Waktu muda kita bekerja untuk uang. Tapi setelah tua harusnya uang bekerja untuk kita, demikian ujar Robert Kyosaki. Maka pilihan akal sehatnya, harus menabung untuk hari depan supaya hari tua lembut. Artinya masa tua tidak perlu kerja keras lagi.

Supaya hari tua lembut, masa muda perlu keras. Pilihan akal sehatnya, membelanjakan hanya untuk yang kita butuhkan, bukan yang kita mau, hanya yang prioritas, sisanya baru untuk yang menghibur. Ini semua butuh akal sehat. Menjadi urusan berhitung yang masuk akal.

Hanya bila kita tajam berakal sehat, kita menilai segala sesuatu sesuai dengan kepantasan, kepatutan, sebagai yang seharusnya. Segala pikir-rasa-sikap-laku kita menjadi yang terbilang masuk akal.

Kalau itu semua kemampuan yang kita miliki, selain kita menjadi orang yang luwes dalam bergaul, juga yang mengantarkan kita menuju jalan sukses hidup, saya pikir. Menjadi orang yang genah.

Barang tentu sehat tetap masih nomor satu. Tajam berakal sehat saja tapi kalau tidak sehat, terjun ke laut saja kita.

Salam sukes,
Dr Handrawan Nadesul

Dokter Bisa Salah Pasien Belum Tentu Selalu Benar