Foto : Faith Crabtree / Unsplash
Penulis: Jlitheng
Untuk para suami yang ditinggal istri kembali kepangkuan Ilahi.
Sebut saja namanya: Margo. Ia masih bertalian saudara dekat dengan istriku. Satu jam yang lalu, istrinya meninggal. Saya meneleponnya untuk mengucapkan ikut berduka cita atas kematian istrinya dan dalam saat yang sama memberi dukungan untuk ikhlas membebaskannya kembali kepada Tuhan.
Dari seberang sana ia menjawab, “Saya percaya, buluh yang patah terkulai tidak akan dipatahkan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya.”
Kehadiran sanak keluarga dalam pelayatan, doa, dan tegur sapa yang seperti ini jadi tanda kehadiran Tuhan yang meneguhkan hati saya dan anak-anak, yang ibarat buluh sedang nyaris patah dan ibarat sumbu nyaris pudar nyalanya.
Sakit yang diderita istriku memang ganas, membuat tulang-tulangnya pun sampai tak berdaya untuk menopang tubuhnya yang tak seberapa. Jalan penderitaan di dunia ini menyadarkan kami, bahwa apapun yang kami usahakan akhirnya harus menyerah pada Tuhan. “Terjadilah pada kami seturut kehendak-Nya.”
Nikmatilah damai abadi bersama Tuhan, istriku. Terima kasih telah berjalan bersamaku selama hidup di dunia ini dan telah menjadi ibu untuk anak-anak kita.
Kini hanya bayanganmu melintas di mataku. Hanyalah wajahmu tak kulupa seumur hidupku.
Tidak ada istri sempurna, demikian pula suami. Maaf jika aku telah membuatmu kurang bahagia selama pengembaraan kita bersama di dunia ini.
Salam sehat dan kendati berat tetap mau berbagi cahaya.