Beberapa waktu lalu, ada sesuatu yang menarik di televisi. Seorang presenter mewawancarai seseorang yang menjadi relawan pembersih sungai.
Seorang lelaki muda itu adalah pemuda berkebangsaan Prancis. Pemuda itu sedang membersihkan sungai di salah-satu provinsi di Nusa Tenggara Barat.
Anak muda bernama Gary Benchegib yang seperti ‘keranjingan’ membersihkan sungai ini ternyata pernah membersihkan sungai Citarum beberapa tahun lalu. Yak, sungai di Jawa barat yang pernah terkenal di dunia karena meraih gelar sebagai salah-satu dari 10 sungai terburuk di dunia!.
Jika kita melihat di film-film, tayangan berita, feature (terutama di negara-negara Eropa) atau melihat langsung sungai-sungai di sedikit negara yg aku kunjung, kok bisa ya sungai-sungai mereka pada bersih dan jernih meski di tengah kota?
Menurut sosiolog, salah-satunya mungkin adalah budaya. Budaya? Mungkin!
Konon menurut orang Eropa tempo dulu, masyarakat begitu menghormati sungai. Sungai ditempatkan pada posisi terhormat, yaitu di depan rumah. Karena selain sejak dulu, sungai menjadi sarana transportasi, sungai juga menjadi suatu panorama yang elok untuk dilihat dan sangat nyaman untuk dikunjungi untuk sekadar duduk-duduk sambil bercengkrama di sekitarnya.
Bagaimana dengan kita? Kita terlanjur tak memperlakukan sungai dengan hormat.
Di daerah-daerah tertentu yang sungainya panjang-panjang, besar dan lebar (pulau Kalimantan, misalnya), memang masyarakat memperlakukan sungai sebagai salah-satu atau bahkan satu-satunya sarana transportasi. Tapi di daerah lain, sungai ditempatkan di belakang rumah.
Dari penempatannya di belakang rumah saja kita segera bisa menduga bagaimana kita memperlakukannya. Sungai, sungai kecil atau kali yg berada di belakang rumah itu adalah tempat ‘membuang segala sesuatu’ yang berasal dari rumah.
Kembali ke si Gary anak muda Prancis.
Awalnya dia yang kini tinggal di Bali, geregetan dan sedih melihat sampah yang sebagian besar plastik, memenuhi sungai Citarum. Lalu bersama saudaranya Sam, dia membersihkan sungai Citarum dgn ‘perahu’ yang dibuatnya dari botol-botol plastik bekas kemasan air mineral. Tindakan pada tahun 2017 itu konon menjadi viral dan diapresiasi oleh presiden.
Tapi, semua gerakan itu apakah lalu membuat kita malu Pemerintah Daerah Jawa Barat malu, lalu para pemuda kita untuk ikut menjadi relawan seperti si pemuda Prancis dan saudaranya? Entahlah.
Karena beberapa tahun kemudian, tepatnya 5 tahun kemudian, dua pemuda Prancis bersaudara itu kembali membuat gerakan membersihkan sungai.
Ini kali dia melakukannya di provinsi Nusa Tenggara Barat. Caranya masih sama, yaitu dgn menaiki perahu terbuat dari botol plastik bekas air mineral. Tapi ada yang berbeda. Ini kali dia dibantu oleh beberapa orang pemuda setempat dan berseragam.
“Waah,…sudah banyak pemuda-pemuda setempat yang membantu rupanya?” tanya presenter tv.
“Yaah,…ini membuat saya semakin bersemangat” kata Gary.
Lalu ketika presenter tv bertanya tentang kegiatannya yang ‘semakin serius’ bukan lagi sekadar ‘hasrat bertualang’ pemuda, Gary bercerita bahwa dia banyak dibantu oleh sponsor. ‘Serelawan-relawannya’ tentu dia juga memerlukan biaya untuk operasional dan imbalan sekadarnya untuk beberapa pemuda yg membantunya.
“Bagaimana dengan pemda setempat. Bantuan apa yang mereka berikan?”
Gary nampak enggan menjawab. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum dikulum.
Orang pemda yang kebetulan dihadirkan oleh tv itu pun ikut tersenyum.
“Bagaimana ini pak?”
Dua orang pemuda dari negeri jauh ini sudah selayaknya membuat kita malu. Tanya presenter tv tanpa tedeng aling-aling.
Seandainya aku yang menjadi orang Pemda itu, baik juru bicara, staf atau apalah, pasti wajahku sudah merah, kuning ijo, ungu, biru dan hitam karena tersipu-sipu malu atau sudah menyurukkan wajah di kolong meja. Tapi orang dari pemda itu, biasa saja. Bahkan dengan tersenyum-senyum mengatakan bahwa daerahnya sudah melakukan hal yang sama. Tapi mungkin masyarakatnya saja yang selalu lalai.
Ooo,…’gitu?!…
Terngiang-ngiang di telingaku sebuah slogan yang aku tak yakin bahwa si Gary bersaudara pernah mendengarnya.
Slogan itu berbunyi: “Kebersihan adalah sebagian dari iman..”
(Aries Tanjung)
Ilustrasi Aries Tanjung: “Sungai”…(akrilik di kertas linen, 85x55cm).