Lapak Sunrise Cake Culinary , tempat mampir usai olahraga pagi – Foto Heryus Saputro Samhudi
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
“BUKAN sok keinggris-inggrisan, bukan juga nggak ngehormatin Bahasa Indonesia. Tapi jujur aja, ya, Bang…! Rasanya julukan Bu Dosen buat lapak kue Mbak Ros… rasanya pas banget, gitu. Sunrise Cake Culinary, ‘Kuliner Kue Pagi’, hihihi…! Nggak kalah keren sama Nusantara Cake Culinary nyang pernah digelar Kementerian Pariwisata di hotel bintang lima Jakarta,” kata Mak Wejang saat matahari baru pecah di pohon manggis.
Saya mengangguk-angguk, ingat lapak kue pagi yang digelar Mbak Ros di rumah kosong pinggir kampung kami, yang sekaligus juga (buat sementara, selagi pemilik rumah tinggal jauh di luar kota) jadi ‘pos’ keamanan lingkungan. Mbak Ros Bersama orangtuanya, dulunya juga warga kampung ini. Tapi rumah itu dijual, keluarga orang tuanya pindah. Mbak Ros (suami dan anak-anak mereka) juga pindah, tinggal di kampung sebelah.
Namun Mbak Ros meneruskan kebolehannya berdagang kue di pagi hari, yang kini ikut memanfaatkan (tentu seizin pemilik) bagian garasi rumah kosong di pinggir kampung. Lapak kue sederhana, yang belakangan (gegara Bu Desen sosiologi, tetangga kami) kerap disebut sebagai lapak SCC alias Sunrise Cake Culinary, karena jam operasionalnya cuma sampai kitaran pukul 09:00 wib. Lewat waktu itu, kue sudah habis.
Tak sekadar lapak kue, SCC juga jadi semacam pusat informasi bagi warga yang ingin faham berita aktual, khususnya berita menyangkut aktivitas kampung kami, bahkan juga termasuk isyu-isyu hangat yang sedang jadi trending top di kampung kami. “Eh, Pak, Bu…! Tahu nggak? Si Anu…nyang tadinya kemana-mana nggak pernah mau pake masker, sekarang sekeluarga kena covid dan kudu isoman,” begitu antara lain beritanya.
Bisa jadi, karena selalu ada info aktual (sebelum perangkat RT dan RW resmi mengumumkannya) itulah maka saya termasuk yang rajin berkunjung ke lapak SCC Mbak Ros. Mencomot kue kesukaan istri, sambil nongkrong sebentar buat mendengar apa-apa yang diobrolkan warga yang datang. Lebih dari selusin jenis kue basah dan pastry tergelar di meja Mbak Ros. Juga tersedia Nasi Uduk, dan berjenis lauk-pauk.
Sebetulnya, Mbak Ros dan suaminya cuma membuat dan menyiapkan Nasi Uduk, Lontong Sayur, Semur Jengkol-Tahu-Tempe dan kerupuk sebagai padnannya, serta gorengan Tempe dan Bakwan. Selebihnya, ragam kue basah, pastry dan lauk-pauk dalam kemasan masing-masing, adalah buatan para tetangga yang sengaja dititip-jual pada Mbak Ros, dengan sistem bagi hasil 10% penjualan.
Sekadar info, sepanjang berlangsungnya pandemi Covid-19, para tetangga sekampung memang kian kreatif membuat ini dan itu, dan lalu dijual. Antara lain, ya… ragam kue pagi serta lauk-lauk jadi ini, yang antara lain dititip-jual di lapak SCC Mbak Ros. Ada pula yang dititipkan ke lapak-lapak atau warung atau kantin sekolah di kitaran kampung, atau buka lapak sendiri di rumah, plus lapak on-line bagi pembeli di luar kampung.
Buka lapak sejak dur wayah titet (pagi buta, maksudnya) hingga Pk 09:00 Wib, Mbak Ros dan para tetangga yang buka lapak on-line di rumahnya, punya pangsa pasar masing-masing yang satu sama lain tidak saling bergesekan. Bahkan tak jarang mereka saling berbagi. “Eh, elo masih punya stok Kue Pastel? Bagi gue dong 40 biji. Ada keponakan Menteri, nih, minta gue ngirim sekarang juga via Go Food,” celetuk seorang warga.
“Asyiiik…ye, Bang…! Punya tetangga pada guyub. Akur selera ibarat ragam sunrise cake culinary di lapak Mbak Ros,” celetuk Mak Wejang. Saya tak sempat menanggapi, karena ada ‘tugas negara’ yang nggak bisa ditolak. Dua hari lalu, Resti dapat order bikin 2 nampan Puding Regal dan 40 biji Sosis Solo khas Mangkunegaran. Puding sudah dibuat Resti. Tapi Sosis Solo Mangkunegaran kudu saya ambil ke rumah teman, pembuatnya. ***
14/08/2021.