Warga Amerika umumnya mengatakan lebih menginginkan diplomasi dan bukan penempatan militer di seluruh dunia. Temuan ini didapatkan dalam jajak pendapat berskala besar pertama yang dilakukan sejak berakhirnya keterlibatan Amerika selama 20 tahun di Afghanistan. foto ilustrasi US Defence.
Seide.id — Dengan mundurnya pasukan Amerika terakhir dari Afghanistan pada Agustus lalu setelah 20 tahun berada di sana, Presiden Joe Biden – dalam sidang Majelis Umum PBB minggu lalu – mengatakan Amerika kini beralih dari era “perang tanpa henti” menjadi era “diplomasi tanpa henti.”
Survei nasional terbaru atas 2.000 pemilih Amerika mendapati bahwa sebagian besar warga setuju dengan pandangan itu. Survei nasional terbaru ini oleh Eurasia Group Foundation mendapati bahwa mayoritas warga Amerika menginginkan pengurangan jumlah tentara Amerika yang ditempatkan di luar negeri dan pengurangan komitmen di luar negeri; sementara 58% mengatkaan ingin meningkatkan keterlibatan diplomatik Amerika.
“Kami mendapati bahwa 62% – atau sebagian besar – menilai bahwa pelajaran terbesar dari perang adalah Amerika tidak boleh lagi terlibat dalam urusan pembangunan bangsa, atau bahwa Amerika hanya boleh mengirim pasukan jika ada kepentingan vital nasional yang terancam, ” kata Caroline Gray, pemimpin survei itu.
Laporan itu mendapati bahwa 80% pemilih yang berusia lebih muda, yaitu antara 18-29 tahun, percaya bahwa presiden harus meminta persetujuan Kongres sebelum memerintahkan tindakan militer di luar negeri – kecuali jika Amerika diserang.
“Enam puluh lima persen warga yang lebih muda ingin menghidupkan kembali perundingan nuklir dengan Iran. Mereka lebih skeptis terhadap Amerika yang meningkatkan kehadirannya di Asia Timur untuk melawan kebangkitan China, dan mayoritas mereka juga ingin mengurangi pengeluaran pertahanan Amerika. Jadi dibanding warga yang berusia lebih tua, mereka jauh lebih ingin mengurangi postur militer Amerika dan ketergantungan pada militer dalam menyelesaikan tantangan global,” imbuh Gray.
Warga Amerika tampak terpecah dalam pendekatan terbaik terhadap China dan Rusia, di mana 40% mengatakan mereka tidak yakin apa yang harus dilakukan Amerika jika China menginvasi Taiwan.
Ini tampak kontras dengan apa yang disampaikan Christopher Skaluba, pakar politik di Atlantic Council, yang mengatakan hal itu merupakan konsensus bipartisan diantara para pemimpin kebijakan luar negeri Amerika.
“Saya pikir di bidang keamanan, Washington DC, seperti yang Anda ketahui, terobsesi dengan China sebagai pesaing yang sedang naik daun. Presiden sendiri sudah sangat sering bicara tentang masa di mana kita sedang bergerak ke era persaingan kekuatan besar, era demokrasi VS otokrasi, dan keprihatinan nyata bahwa China sebagai otokrasi memiliki banyak sumber daya dan rencana yang jelas, yang bertujuan mendominasi isu di dunia.”
Survei ini mendapati bahwa bantuan kemanusiaan, bantuan bencana dan bantuan Covid-19 adalah jenis bantuan yang paling populer; sementara bantuan militer dan penjualan senjata dinilai yang paling tidak populer. – VoA/d