Foto: Wikipedia
Seide.id – Bambang Subandrijo, penulis buku Keselamatan bagi Orang Jawa menyebut bahwa kepercayaan dan pandangan hidup masyarakat Jawa tidak dapat dilepaskan dari alam berpikir yang melatarbelakanginya.
Untuk memahami arti keselamatan dalam kepercayaan masyarakat Jawa sama dengan memahami konsepsi keselamatan dalam kepercayaannya.
Salah satu tokoh sentral dalam upaya proses pencarian konsep kebenaran atas kepercayaan di Jawa adalah Syekh Siti Jenar.
Ia seorang wali, sekaligus sufi yang hidup pada masa Kesultanan Demak (1426-1524 M). Cerita hidupnya menyimpan tanda tanya besar, di mana eksistensinya dianggap oleh sebagian orang sebagai fiksi belaka.
Syekh Siti Jenar sebenarnya bukan nama asli. Nama kecilnya adalah San Ali, yang kemudian dikenal sebagai Syekh Abdul Jalil, seorang putra dari ulama Malaka.
Nama Syekh Siti Jenar itu memiliki arti filosofis, yaitu Siti artinya tanah. Sedangkan Jenar artinya merah.
Perenungan Syekh Siti Jenar terhadap Nafsu Manusia
Syekh Siti Jenar melakukan proses perenungan yang cukup panjang. Ia mampu melawan 7 penghalang utama dalam proses pencarian kebenaran seperti yang dikatakan Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya yekh Siti Jenar, Pergumulan Islam-Jawa.
7 penghalang utama tersebut, adalah:
1. Lembah Kasal, maksudnya adalah kemalasan naluri dan rohani manusia.
2. Jurang Futur, maksudnya adalah nafsu menelan makhluk/orang lain.
3. Gurun Malal, maksudnya adalah sikap mudah putus asa dalam menempuh jalan rohani.
4. Gurun Riya‘, maksudnya adalah kebanggaan terhadap tingkat kerohaniannya.
5. Rimba sum’ah, maksudnya adalah pamer atas tingkat kerohaniannya.
6. Samudera ujub, maksudnya adalah kesombongan intelektual dan kesombongan ragawi.
7. Benteng Hajbun, maksudnya adalah penghalang akal dan nurani.
Berdasarkan pemaparan Syekh Siti Jenar terkait proses perenungannya, diharapkan manusia mampu menjauhkan diri dari 7 penghalang utama itu dalam laku spiritual agar memperoleh kebenaran yang hakiki.
Elisabeth Philip, Tokoh Pembangkit Ekonomi Warga Desa Tlogoweru Demak