Kita menyebutnya kaos oblong. Diterjemahkan dari T-shirt. Eh, bukan diterjemahkan ding sesungguhnya, tapi…wah, di…apa ya? Ya disebut begitu saja. Mungkin karena di bagian lehernya bolong (hla iya,…kalok gak bolong ‘gimana memakainya?), maka ditambahi oblong. Jadilah: Kaos Oblong.
Orang ‘bule’ menyebutnya T-shirt. Ini pun banyak versi, kenapa sampai disebut T-shirt. Ada yg bilang karena kaos polos itu berbentuk seperti huruf ‘T’. ‘T’ kapital tentunya. Karena jika menyebut, eh menulis dgn ‘t’ bukan kapital, maka bentuk kaosnya jadi lucu. Mosok bagian bawah kaos itu melengkung ke-kanan. Eh kalok dari pemakainya, kiri ya?. Hla, make-nya ‘gimana. Meski ada banyak orang yg tak tau, menulisnya: t-shirt. Salahkah menulis: t-shit? Belum tentu,…hlo? Karena ada juga yg bilang bahwa t-shirt itu berasal dari: training-shirt. Jadi boleh saja ditulis t-shirt, bukan?.
Baik T-shirt atau t-shirt, pada awalnya, sekitar tahun ’40an adalah pakaian dalam. Atau pakaian latihan. Atau pakaian untuk berolahraga. Dulu, karena dipakai berolahraga oleh kalangan militer, maka T-shirt atau t-shirt berwarna hijau. Anak mBetawi menyebutnya: ijo tai kuda. Angkatan laut dan militer Inggris umumnya, berolahraga memakai T-shirt atau t-shirt berwarna putih.
Pada perkembangannya kemudian, T-shirt atau t-shirt menjadi pakaian luar. Bukan saja ‘naik pangkat’ menjadi pakaian luar, tapi juga menjadi trend di kalangan muda. Adalah Marlon Brando yg mempopulerkannya sehingga anak muda di era itu begitu gandrung mengenakannya. Marlon Brando pada tahun ’51 bermain dlm film “A street car named disire”. Dlm film itu Marlon yg tampan dan bertubuh atletis memakai T-shirt atau t-shirt. Marlon terlihat begitu macho, eh gagah dan jantan. Hlo, kenapa macho dikoreksi jadi jantan. Memang macho arti bahasa Spanyolnya adalah lelaki. Tapi ada yg mempelesetkan bahwa macho itu singkatan dari: mantan chowok, hehe.
Lalu, ketenaran T-shirt atau t-shirt semakin menjadi-jadi ketika idola kaum muda lain memakainnya, yaitu James Dean. Dalam film “Rebel without caused”, James Dean juga memakainya, meski kadang dibalut dgn jaket kulit berwarna merah. Bahkan kata rebel yg berarti (mem)berontak, kemudian menjadi trend dan kerap dipakai sebagai kosakata ‘baru’ di kalangan muda. Adakah kata ‘kaos’ itu juga diambil dari ’caused’?,…haha.
Ada yg agak meggelikan. T-shirt atau t-shirt oleh sebagian masyarakat yg (merasa) beradab, dianggap pakain yg ‘tak resmi’ atau bahkan tak layak atau tak sopan dikenakan untuk menghadiri acara-acara formal. Apalagi dipakai untuk menghadiri suatu perhelatan. Atau kondangan bhs Prancisnya. Reaksi para ‘penggemar dan pembela’ T-shirt atau t-shirt pun tak kalah menggelikan. Mereka membuat semacam maklumat atau tuntutan yg berbunyi kira-kira: “Meminta kepada semua fihak untuk mengakui T-shirt atau t-shirt sebagai pakaian luar. Mengakui dan membolehkan untuk dikenakan di acara-acara formal. Dan diakui sebagai busana yg setara dgn busana-busana formal lainnya ketika menghadiri acara apa pun, termasuk kondangan atau acara resmi”.
Setengah abad kemudian, sekarang…T-shirt atau t-shirt berkembang, bukan saja hanya sekadar pakaian, tapi sebagai identitas, lambang untuk memproklamirkan diri, lambang anti kemapanan, bahkan ‘papan’ reklame.
Yak, T-shirt atau t-shirt atau kaos oblong adalah tempat yg sangat layak bagi siapa pun untuk mengiklankan apa saja. Efektif, ‘eye catching’ karena terus bergerak dan murah bahkan sangat mungkin gratis. Karena sang pemakai kaos dgn senang hati akan ke mana-mana memakainya. Apalagi jika desainnya menarik. Mulai dari produk kosmetik, makanan, organisasi keagamaan, restoran, logo grup band, gedung pernikahan, sampai propaganda politik…
27)