Bagaimana reaksi kita, ketika dinyinyiri, dijelek-jelekin, dihujat, bahkan difitnah?
Reaktif, tidak menerima, langsung membela diri, marah, atau bahkan langsung melaporkan balik karena pencemaran nama baik?
Reaksi tiap orang itu tidak sama antara yang satu dengan lain. Lebih bijak, jika kita mencerna dengan seksama. Tanpa emosi atau tendensi. Jauh semakin terhormat, jika kita berani mengambil hikmahnya.
Begitu pula, jika kita melihat sebaran berita di medsos yang amburadul itu. Telinga ini memanas, meletupkan emosi, menorehkan luka, dan seterusnya.
Sebenarnya, apa manfaat atau kerugian kita dari berita itu?
Kita tidak bisa membiarkan orang yang baik itu dihina, dianiaya, didholimi, atau difitnah. Kita harus berjuang dan membela orang yang jujur dan benar. Dan seterusnya.
Segudang alasan dikemukakan untuk pembenaran diri tanpa tahu kebenaran yang kita bela, bahkan kita perjuangan mati-matian. Kebenaran buta dan semu.
Akibatnya, tanpa disadari kita ganti menyerang balik untuk mencaci, menghina, menghujat, dan seterusnya.
Perang di medsos. Mengumbar amarah, iri, benci, dan dendam.
Lalu, apa yang kita peroleh? Kepuasan hati, tapi yang bagaimana?
Coba jawab yang jujur.
Renungkan dengan rendah hati.
Bagaimana reaksi orang yang kita bela mati-matian itu? Apakah mereka merasakan hal yang sama dengan kita?
Membela orang baik yang didholimi, dianiaya, atau difitnah itu mulia. Tapi tidak seharusnya kita balik menyerang, menjelek-jelekkan, atau mengadili.
Seharusnya, yang bengkok itu untuk kita luruskan, yang jelek kita perbaiki, dan yang salah kita tunjukkan kesalahannya agar tidak diulangi.
Orang bijak itu memberi solusi, tanpa menghakimi.
Ketika kita tidak mau memfilter informasi yang kotor, negatif, dan jahat berarti kita meracuni pikiran dan hati kita sendiri.
Jika penyakit itu dibiarkan berlarut-larut, bakal merusak, bahkan mematikan nilai-nilai kebaikan dalam hidup kita. Sekaligus membahayakan jiwa kita …
Saatnya kita membuang pikiran sebaiknya begini atau begitu. Pro kontra itu hal biasa. Mengubah karakter orang itu bukan mudah. Lebih baik kita sendiri yang berubah.
Sakit batuk itu ada obatnya, tapi watak orang?
Berdoalah untuk orang itu, karena hanya rahmat Allah yang mampu melembutkan dan mengubah hatinya. (MR)