Tak Kuat Memandang Patung Bunda Maria

Patung Bunda Maria Ditutup Terpal

Mereka kuat menahan lapar dan haus. Namun tak kuat memandang patung Bunda Maria. Keberadaan patung Bunda Maria mengganggu kekhusukan umat muslim yang sedang menjalani ibadah bulan puasa. Patung Bunda Maria itu pun kemudian ditutup dengan terpal.

oleh DIMAS SUPRIYANTO

KEDANGKALAN dan kepicikan beragama dipamerkan tanpa rasa malu ormas intoleran di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)  melalui video yang kini viral, yaitu penutupan patung Bunda Maria menggunakan kain terpal, pada Rabu (22/3/2023) siang lalu.

Dalam narasi yang beredar di media sosial, terkait aksi itu menyebut “penutupan dilakukan akibat desakan dari organisasi masyarakat (ormas)”. Namun Kapolres Kulon Progo kemudian “menghaluskan” narasi laporan yang sangar dari anggotanya itu.

“Penutupan itu adalah murni inisiatif dari pemilik rumah doa. Kami pun juga telah tadi melakukan kontak langsung dengan pemilik rumah doa di Jakarta bahwa betul itu adalah inisiatif dari beliau,” katanya.

Alih alih memuliakan ajaran Islam di Bulan Suci Ramadhan, tindakan kasar segelitir oknum kurang nalar dan Kapolres yang “ngeper”  menghadapi ormas intoleran itu justru merusaknya. Mencemarinya.

Patung Bunda Maria itu berdiri di depan Rumah Doa Sasana Adhi Rasa ST Yacobus, Dusun Degolan, Kalurahan Bumirejo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo. Patung setinggi enam (6) meter itu ditutup menggunakan kain terpal berwarna biru oleh sejumlah orang.

Dalam narasi yang dikirim petugas Polsek Lendah itu dijelaskan bahwa ada ormas yang merasa bahwa keberadaan patung dapat “mengganggu kekhusyukan umat muslim yang sedang menjalani ibadah puasa Ramadan”.

Setelah menjadi viral, Polres Kulon Progo kemudian menggelar jumpa pers dan melakukan klarifikasi bersama sama perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Paroki serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di Kulon Progo.

Hasilnya, polisi membenarkan adanya penutupan patung Bunda Maria, tetapi bukan karena desakan ormas, melainkan inisiatif dari pemilik rumah doa. Penutupan dilakukan karena rumah doa yang baru dibangun Desember 2022 itu masih dalam proses penyelesaian serta sedang dalam tahap mengurus perizinan.

“Inisiatif menutupi patung dengan terpal tersebut adalah murni dari pemilik rumah doa. Dan yang melakukan penutupan adalah dari pihak keluarga yang diwakili adik kandung,” ucap Kapolres Kulon Progo, AKBP Muharomah Fajarini, dalam jumpa pers di Mapolres Kulon Progo, Kamis (23/3/2023).

Kapolres Kulon Progo - DIY - dan Patung Bunda Maria
Kapolres Kulon Progo – DIY AKBP Muharomah Fajarini (tengah) saat menggelar jumpa pers dan melakukan klarifikasi, bersama sama perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Paroki serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) di Kulon Progo. foto: ist.

SANDIWARA.  Selain oknum oknum ormas yang diakui mendatangi lokasi patung dan jelas mendesak penutupan patung Bunda Maria – sebagaimana dilaporkan oleh anggota kepolisian yang beredar di media sosial, selanjutnya pihak kepolisian latah bersandiwara dengan menyebut “bukan karena desakan ormas tapi inisiatif pemilik rumah doa”

Logikanya: mana ada bikin patung lalu berpikir untuk menutupinya? Patung Bunda Maria dibuat dan lalu didirikan di tempat yang diinginkan, ‘kan niatnya memang untuk dipertunjukkan? Buat apa menutupinya?  Lagipula apa hubungannya keberadaan patung bunda Maria dengan kekhusukan ibadah bulan Ramadhan?

Polisi kok latah ikut bersandiwara dan ikut mamemerkan kebodohan? Bagaimana ini Pak Kapolri?

Kapolres AKBP Fajarini juga menjelaskan gaya narasi anggotanya, yang menyebut adanya “desakan penutupan patung oleh ormas” sejatinya adalah laporan internal polisi. Fajarini menyalahkan masyarakat yang salah paham sehingga menjadi “bola panas”  – sebagaimana dikutip berita.

Lha, kok jadinya masyarakat yang dituding “salah-paham”  ?

Kapolres Kulon Progo, AKBP Muharomah Fajarini  tidak menampik bahwa sebelum adanya penutupan patung, karena ada ormas yang mendatangi rumah doa tersebut. “Ada yang datang, namun di sana ormas ini sudah kami jaga dan di sana memang menyampaikan apa yang menjadi masukan warga. Tidak ada tekanan terhadap rumah doa untuk melakukan penutupan dengan terpal, “ katanya.

Oh, ya? Senaif itu?  Pembodohan dan pendangkalan logika bukan hanya di antara ormas radikal. Melainkan juga menular ke pejabat di korps kepolisian – selevel Kapolres.

“Kami imbau kepada masyarakat yang telah mengetahui viralnya pemberitaan ini kami mohon untuk tidak terprovokasi. Mari kita jaga toleransi yang ada di kita, khususnya yang ada di Kulon Progo yang selama ini sudah cukup baik untuk tidak terprovokasi dengan pemberitaan viral ini,” ucapnya.

Kapolres Kulon Progo yang kurang cerdas ini nampaknya menutupi ketidakmampuannya, kelemahannya dan kalah melawan desakan Ormas – lalu menumpahkan ketakutannya kepada masyarakat yang “salah paham” dan “terprovokasi”. 

Mungkin juga Kapolres sudah terpapar ajaran radikal yang menganggap keberadaan patung Bunda Maria, merusakan kekhusukan ibadah puasa di bulan Ramadhan?

Apakah dia menganggap pemuliaan umat lain Kristiani pada sosok Suci yang mereka yakini,  menjadi ancaman bagi umat Islam? Bukankah ajaran Islam sendiri menegaskan, “bagiku agamaku, bagimu agamamu”.

Merujuk jalan pikiran  Kapolres Kulon Progo AKBP Muharomah Fajarini, pada Ramadhan tahun depan boleh jadi ormas mendesak agar Candi Prambanan dan Candi Borobudur ditutup terpal juga, karena mengganggu kekhusukan umat Muslim beribadah. Lalu Pak Kapolres – atau Kapolda – akan memoles lagi dalam jumpa pers bersama FKUB dan Kemenag, dengan pernyataan : “Atas kesadaran umat Budha sendiri,  mereka menutupi patung Borobudur dan Prambanan”.  

Tuhan Yang Maha Kuasa, alangkah lucunya negeri ini. ***

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.