ERIZELI JELY BANDARO
Sejak Indonesia merdeka sampai era SBY, utang negara mencapai Rp. 2.608,78 triliun. Belum dua periode berakhir era Jokowi, tambahan hutang mencapai Rp 4.016,65 triliun. Artinya, periode Jokowi tambahan hutang hampir 2 kali lipat dari total hutang 6 presiden di republik ini. Apakah hutang itu inline dengan peningkatan PDB?
Tahun 2014 GDP Indonesia USD 890,81 miliar. Tahun 2020 jadi USD 1,08 triliun. Meningkat sebesar 21 %. Jauh sekali dengan pertambahan hutang yang meningkat 153%.
Kalau peningkatan GDB sebagai indikator pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh sifat APBN yang ekspansif dan karenanya perlu hutang. Lantas, kemana larinya ketimpangan peningkatan hutang sebesar 153%, sementara GDB meningkat hanya 21%. Ternyata sebagian besar utang itu tidak dipakai untuk pembangunan real, sebagian besar ditempatkan sebagi cadangan BI. Sebagian lagi dipakai untuk bayar utang dan bunga. Tahun ini saja bayar bunga mencapai Rp. 373,3 triliun. Dari tahun ke tahun terus meningkat. Jadi sudah seperti debt trap. Harus terus berhutang kalau mau selamat.
Problem kita ini lucu. Ketika ada krisis yang duluan sakit adalah para wasta besar dan BUMN. Padahal seharunya kita rakyat jelata berharap mereka jadi tongkat negara ketika krisis. Justru negara harus papah mereka berdiri dengan memberikan fasiltas relaksasi hutang dan restrukturisasi. Sementara kalau ekonomi booming mereka merasa hero sebagai pendorong ekonomi lewat pajak. Nyatanya jumlah pajak yang mereka berikan jau lebih kecil daripada apa yang negara berikan. Terbukti APBN kita yang bertumpu pada pajak, terus defisit dari tahun ke tahun.
Yang bahaya adalah hutang negara saat ini sebagian besar berupa SBN, dimana unsur ekonomi/bisnis lebih dominan daripada politik. Sementara kebijakan utang negara berdasarkan kebijakan Politik di DPR. Apa jadinya kalau pagu hutang diatas ambang batas, dan DPR tidak izinkan tambah pagu hutang? Surat utang kita pasti default. Kalau itu terjadi, maka akan berdampak sistemik. Jadi suka tidak suka pemerintah Jokowi sekarang kalau mau selamat ya harus berdamai dengan DPR. Termasuk proses suksesi capres. Itu realitas ekonomi yang tidak bisa dibantah oleh Politik