Harry Sufehmi, M.Sc, 47 tahun, pakar IT dan pendiri MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) dengan program populer mereka Turnback Hoax sebagai topik SKEMA [Sketsa Ramadhan] di hari ‘Iqra’.
Oleh AKMAL NASERY BASRAL
Sosiolog, Penulis
HARI ini 17 Ramadhan adalah tanggal turunnya wahyu pertama Al Qur’an. Terdiri dari lima ayat awal Surat Al ‘Alaq (‘Segumpal Darah’), kata pertama dari rangkaian firman itu adalah ‘ iqra’’ (‘bacalah’) menjadi sangat masyhur. Bahkan non-muslim pun akrab dengan ayat ini.
Begitu populernya hingga sering membuat kita lupa bahwa “bacalah” itu bukan kata independen yang berdiri sendiri tanpa konteks.
“Bacalah” terikat erat dengan lanjutan ayat, “ bismirabbikal ladzi khalaq (dengan nama Tuhanmu yang menciptakan)”. Ternyata, membaca harus disertai kerendahan hati dan pengharapan agar mendapat bimbingan Sang Maha Pemaham Makna. Jika membaca dilakukan sembarangan—apalagi dengan meninggalkan Tuhan–banyak risiko bisa terjadi. Salah satunya tersesat dalam rimbun hoaks yang kini melebihi lebat hutan Kalimantan.
Itu pertimbangan saya menuliskan sosok Harry Sufehmi, M.Sc, 47 tahun, pakar IT dan pendiri MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) dengan program populer mereka Turnback Hoax sebagai topik SKEMA [Sketsa Ramadhan] di hari ‘Iqra’.
“Semua berawal dari grup Facebook FAFHH (Forum Anti Fitnah, Hasut dan Hoax) dengan anak-anak saya sebagai anggota pertama. Tak disangka perkembangan forum yang dibuat tahun 2015,” ujar ayah lima anak ini dengan tawa berdentam-dentam menghangatkan ruang restoran Minang Simpang Raya, Cibubur, Sabtu sore (15/4). Resto masih sepi karena kami bertemu ba’da ashar, saat yang pas untuk ngobrol menunggu iftar. Di luar, butir-butir gerimis mulai melenting menyebar.
Saya mengenal Harry lebih dulu dari blognya yang muncul pada Januari 2001. Saat itu dia tinggal dan bekerja di Birmingham, Inggris, setelah menyelesaikan program magister. Anaknya baru dua orang: si sulung Anisah Salma Hijriyyah (lahir 1998 di Jakarta) dan Sarah Hanifah Sufehmi (lahir 2000 di Birmingham).
Blog yang beralamat di http://harry.sufehmi.com itu berpotensi membuat pembaca mengira sebagai blog parenting jika melihat banner dengan enam foto profil tertawa riang (Harry, istrinya, dan empat anak mereka). Untunglah ada tagline yang membuat pembaca mendapatkan petunjuk awal konten blog. Life is a struggle – information wants to be free.
Dari kalimat tersebut terpindai passion Harry sebagai praktisi IT egaliter yang inginkan informasi tak dikangkangi satu pihak tertentu atas nama dominasi atau lisensi. “Niat saya membuat blog untuk mendokumentasikan isi pikiran supaya nggak lupa. Ternyata malah jadi sumber rezeki melalui pembaca atau perusahaan yang sebelumnya tidak saya kenal,” ujarnya tergelak.
Setelah 21 tahun, blog itu masih aktif. Tulisan terakhir berjudul “Cloud and DRC” dengan titi mangsa 24 Januari 2022. Lead tulisan dibuka dengan, “ In my years of experience as IT architect, it’s quite shocking to see how many institutions are slacking about their backup system once they moved to the cloud. Especially with their DRC (disaster recovery center). They thought that once they go “up” to the cloud, then it’s all right. No need to worry anymore with troublesome stuff such as backup.”
Itu satu sisi wajah Harry. Ada sisi lain dari status-status Instagramnya yang lebih humaniora. Di IG, fokus tulisan Harry—selalu gunakan bahasa Indonesia–adalah tentang kegiatan keluarga, terutama kiprah anak-anaknya. Selain Anisah dan Sarah, tiga lainnya adalah: Muhammad Umar Salih (lahir 2002), Aminah Kaitlyn Latifah (2004) dan Inara Maryam Sakura (2012).
Terasa sekali Harry sebagai seorang ayah yang bangga, penuh perhatian, selalu mendorong buah hatinya untuk berani mencoba pengalaman baru. “Empat anak perempuan saya selalu saya ajarkan mandiri. Saya lihat banyak KDRT berlangsung berlarut-larut karena posisi si perempuan yang sangat tergantung pada pasangan hidupnya,” katanya.
Jika kita intip IG Story Harry yang bisa tampilkan banyak klip video dalam satu hari, isinya lain lagi. Selalu cuplikan kelakar, membuat yang melihat tertawa segar. Kenapa? “Sebenarnya klip-klip itu juga buat istri dan anak-anak saya. Tetapi jika orang lain jadi terhibur, alhamdullilah juga,” ujarnya. Nah, jika Anda butuh refreshing sila meluncur ke IG: @sufehmi secepatnya.
Sampai di sini, Anda pasti mengambil kesimpulan bahwa Harry Sufehmi adalah seorang pakar IT yang humoris dan family man. Kesan yang tidak keliru. Tetapi, apakah Harry tumbuh dalam suasana serupa seperti anak-anaknya sekarang?
“Berbeda sekali. Waktu kecil saya introvert. Selalu menjadi korban bully teman sekolah. Setiap istirahat saya lebih suka ke perpustakaan ketimbang main. Semua buku di perpustakaan saya sikat semua,” ujar sulung dari empat saudara yang menimba ilmu di Al Azhar Pusat, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, dari TK sampai SMA.
Satu ketika Harry terlibat perdebatan sengit dengan sang ayah yang menuduhnya melakukan satu kesalahan besar. Harry membantah keras sehingga perdebatan memanas. Semakin ayahnya menekan, semakin ngotot pula dirinya melawan. “Esok harinya ada komputer baru di rumah. Ayah bilang untuk saya. Ternyata itu cara beliau minta maaf karena telah menuduh saya untuk sesuatu yang tidak saya lakukan,” kenang Harry. “Komputer pertama itu yang menyiapkan jalan hidup saya ke masa depan.”
Mendapatkan mesin pintar membuat Harry semakin tenggelam dalam dunianya sendiri yang tak peduli sekitar. “Saya install program Microsoft Flight Simulator. Ini bukan software game tetapi betulan simulasi pilot karena buku panduannya tebal sekali. Waktu luang saya habis untuk mempelajari itu,” ujarnya. Tak lama kemudian ada iklan lowongan untuk pilot dari Merpati (Nusantara pAirlines, sudah berhenti beroperasi sejak 2014).
Merasa paham cara menerbangkan pesawat, Harry nekat mengirim surat lamaran. Eh, dipanggil.
Satu demi satu tes dilaluinya dengan sukses, termasuk ujian fisik di Hyperbaric Chamber (Ruangan Udara Bertekanan Tinggi/RUBT) yang membuat peserta lain atau kelelahan. Harry terus melaju sampai tahap terakhir yang menyisakan tiga peserta. “Penguji lalu bertanya apakah saya punya ‘surat sakti’? Saya bengong. Masih SMA nggak ngerti apa itu ‘surat sakti’. Saya dinyatakan gagal. Stres sekali. Pekerjaan sebagai pilot dengan gaji besar itu dream job saya. Kalau tidak bisa jadi pilot, saya mau jadi apa?”
Frustasinya berkurang ketika seorang paman menghiburnya. “Nasibmu mungkin tidak jadi pilot, Har. Kamu suka sekali komputer, itu bisa menjadi masa depanmu,” Nasihat sang paman menancap di kepalanya sehingga begitu tamat SMA dia tak mengincar PTN seperti kawan-kawannya. “Saya pilih Universitas Budi Luhur yang sudah dikenal program komputernya.”
Lulus kuliah, dia bekerja di Asuransi Takaful. Dalam tiga tahun mampu menjadi Head of IT Department. Lalu terjadilah Reformasi 1998. Nilai dolar melejit liar. “Karena saya punya tabungan dolar, saya dapat rezeki nomplok. Saya gunakan untuk lanjutkan kuliah ke Inggris,” katanya. Di usia 24, dia tinggalkan istri yang baru dinikahi tahun sebelumnya dan bayi sulungnya yang masih berumur beberapa bulan. Di Birmingham, selain kuliah Harry bekerja sebagai staf IT di kantor wali kota. “Saya tak punya visa kerja, jadi harus hati-hati meski teman-teman sekantor baik sekali,” ujarnya. Untung prestasi kerjanya moncer.
Setelah lulus kuliah magister dalam setahun, seniornya di kantor berinisiatif untuk mengatasi masalah visa kerja dan semua kebutuhan administratif lainnya agar tenaga muda asal Indonesia itu bisa optimal. Istri dan anak sulungnya menyusul.
Harry berkarier di Birmingham selama tujuh tahun. Tiga anaknya lahir di sana, yakni Sarah, Umar dan Aminah. “Rumah kami di belakang stadion Villa Park, markas klub Aston Villa,” katanya. Tahun 2005 dia membawa keluarganya mudik ke tanah air. (Si bungsu Maryam lahir 2012).
Selanjutnya, Rapikan sistem IT Toko toko Ayahnya