Tangkap Semua Perusak Keharmonisan Umat Beragama

Rumah Ibadah Lintas Agama

Kerukunan beragama yang susah payah dibangun nenek moyang dan bapak pendiri bangsa seharusnya tidak dirusak oleh para petualang mengatas-namapakan ustadz, pendeta dan pendakwah.

Oleh DIMAS SUPRIYANTO

ORANG orang beragama dan orang yang menghargai agama tidak akan menodai agama, baik agama yang dianut sendiri maupun agama orang lain. Juga agama yang dianut oleh saudara sebangsa dan setanah air.  Wahyu Tuhan yang disusun sebagai agama,  dirumuskan untuk mengatur kehidupan manusia,  agar bermakna, bermoral, berakhlak. Saling berbaikan dan bersilaturahmi satu dengan yang lain.  Bukan saling menista dan memborong kebenaran tunggal.  Bahkan memicu pertengkaran dan berujung perang horisontal.

Seharusnya tak ada orang waras yang menghina agama lain.  Tak ada yang rela agamanya dihina.  Dalam kondisi rentan seperti saat ini, penghinaan pada agama orang lain, membangkitkan kaum militan radikalis.  Memicu konflik sosial dan konflik horisontal.  Sangat membahayakan.

Karena itu, aparat hendaknya bertindak sigap.

Para simpatisan Taliban Afganistan dan ISIS di sini sedang menunggu momentum, dan menumpang pada isu panas yang mensahkan mereka untuk turun ke jalan, mengamuk dan membuat kerusuhan. Menunggu isu panas yang bisa ditunggangi. Menuntut “keadilan” Penegak hukum harus waspada, dan memadamkan percikan sekecil kecilnya pun.

Baik orang orang Islam,  mantan orang Islam, orang Kristen atau mantan orang Kristen – sekadar menyebut contoh kasus – apalagi yang bergelar ustadz dan pendeta –  serta penganut agama lainnya –  hendaknya menjaga perilaku, lidah tata krama dalam pergaulan.

Di era media sosial ini, juga menjaga tata krama di media sosial dalam postingannya. Karena yang ditayangkan dan dibagi (broadcast and share) akan menjadi tontonan dan bacaan terbuka yang bisa diakses siapa saja.

Saya setuju penangkapan akun YouTuber atas nama  Muhammad Kece yang terang terangan menghina umat Islam. Sebagaimana penangkapan terhadap Joseph Paul Zhang, Yahya Waloni dan Ustadz Abdul Somad, yang menghina ajaran dan simbol agama Kristen.

Bukan semata mata ingin adil, tapi karena keduanya dengan kasat mata melecehkan ajaran agama lain yang menjadi agama resmi di Indonesia dan dilindungi undang undang. Kesetaraan hendaknya berlaku untuk semua warganegara.

TIDAK HABIS MENGERTI, saya sungguh tidak habis mengerti,  mengapa orang yang nampak berpendidikan dan berwawasan,  mendalami agama,  lulusan universitas,  punya massa besar, merasa diri “keren”, merasa “wow”, ketika melecehkan agama umat lain? Ada ekspresi kebanggaan saat mengejek dan menghina sesembahan umat yang berbeda keyakinan atas nama “kebenaran” dan penyebaran agamanya.  

Sebaliknya mereka mengamuk hebat, langsung nge-gas, ketika sesembahan dan keyakinannya dilecehkan umat lain.

Saya bukan muslim yang taat, tapi pantang saya menghina agama dan keyakinan siapa pun. Juga keyakinan saya sendiri.  Jika ada yang saya kritisi adalah tafsir dan penerapan ajaran agamanya, bukan substansi ajaran dan nilai agama itu.

Saya muslim yang menolak jilbabisasi dan Arabisasi.  Islam oke, semua rukun Islam relevan dan dipraktikan di masa kini, tapi ajarannya, bukan budayanya. Penerapannya harus sesuai dengan peradaban dan budaya Indonesia sendiri dan nilai nilai yang mutakhir.

Jilbabisasi dan Arabisasi tidak. Tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang aneka warna dan corak.

Sejak abad 20, manusia merumuskan dan memperkenalkan HAM – hak azazi manusia, yang sudah diterima oleh mayoritas umat manusia di muka bumi. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bergaul antar negara, agama apa pun tidak boleh melanggar HAM, dan tidak boleh bertentangan dengan HAM.

Tidak ada pemaksaan dalam agama, juga ajaran hakiki dalam Islam, yang dianut mayoritas di Indonesia dan sejalan dengan HAM.

Allah menciptakan manusia yang bersuku suku dan berbangsa bangsa agar mengenal satu dengan yang lain. Tak ada perintah jilbabisasi dan arabisasi. Tak ada penyeragaman dalam berpakaian. Tidak ada yang bisa saling kenal jika perempuan mereka harus pakai burqa – hanya memperlihatkan dua bola mata. Kemanusiaan dan keagamaannya di mana?

Pemerintah melalui Kominfo seharusnya aktif dan berinsiatif mengawasi bahkan menghapus (take down) akun akun yang meresahkan keharmonisan kerukunan beragama. Jangan hanya fokus pada konten pornografi. Tak ada kerusuhan dan pembunuhan dan penjarahan akibat pornografi. Kerusuhan terjadi karena hoax di media sosial. Menutup akun porno penting dan harus –  agar tidak diakses anak anak dan remaja. Tapi prioritas pada akun akun yang merusak kebhinekaan, persatuan dan kerukunan bangsa.

Selanjutnya, perlu adanya penegakkan hukum yang tegas. Agar tak memancing munculnya kaum Taliban lokal,  yang sedang menunggu di belakang semak semak, untuk membuat kerusuhan, meniru idola mereka di Afganistan. ***

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.