Penulis : Butet Kartarejasa
Tari YAPONG. Jika hari ini saya berbagi tentang Tari YAPONG karya Pak Bagong Kussudiardjo, – tarian yang sering disalahpahami tari tradisional Betawi ini – jelas saya tidak akan bicara tutorial memainkan tarian ini. Kayaknya, saya tuh anake Pak Bagong yang kena kutukan “Nggak bisa menari!”. Informasi penampilan utuh dari awal sampai akhir, saya posting di YouTube Channel #layarbk atau #butetmbagong.
Kali ini saya cuma bocorkan penyikapan Pak Bagong atas HAKI, Hak Kekayaan Intelektual. Sungguh santai dan sumeleh banget.
Ada kisah: suatu hari saya dan beliaune di Balikpapan, nonton tayangan TVRI lokal. Menyajikan tari-tarian dari salah satu sanggar tari di Balikpapan, semuanya tarian karya Pak Bagong. Kami ngakak-ngakak lantaran ngelihat gerakan-gerakan koreografinya melompat jauh dari karya aslinya. Belepotan. Kostumnya pun terkesan seadanya. Melenceng gak karuan. Saya lalu memancing.
“Bapak gak marah tariannya jadi begitu? Bisa dituntut lho itu.”
“Kaya kurang gawean ndadak nuntut barang, -kayak kurang kerjaan pakai nuntut segala.”
“Lho, ini kan menyangkut Hak Intelektual. Sekarang udah ada HAKI lho. Nanti bapak bisa dapet royalti.”
“Wualaaaah. Aku wis cukup seneng yen tarianku berkembang di masyarakat. Apalagi jika dari tarian itu bisa ngrejekeni, ngasih rejeki, kepada banyak orang.”
Lalu beliau cerita, tarian-tarian yang diciptakan itu sumber-sumber koreografinya juga diperoleh dari masyarakat. Gratis. Tanpa bayar royalti. Dia mengaku hanya menyusun motif-motif gerak temuannya dan memadukan dengan gerak-gerak ciptaannya, lalu bikin musik pengiringnya dan menghadirkan dalam makna baru.
“Mosok gitu aja aku nuntut macem2. Kalau masyarakat akhirnya suka menari, apalagi menarikan tarianku, aku wis seneng. Lega. Uripku jadi nggak sia2.”
Dia lalu menambahkan, ”Yang penting, orang lain ndak boleh mengaku-aku kalau tarian itu karya dia. Itu kejahatan. Kriminal. Yen kuwi, aku bisa marah.”
Makanya, kalau hari ini tari YAPONG, Wira Petiwi, Mulatwani, Merak, Satria Tangguh, Jemparing Gagah, dll berkembang di publik dengan segala ke-belepotan-nya, percayalah: Pak Bagong ikhlas-ikhlas aja. Beliaune tetep santai dan sumeleh. Uasuwoook. (BK/RS)