TEGUH KARYA : Bertangan Dingin

Oleh RATIH POERADISASTRA

Nama Teguh Karya sudah mulai berkibar di pentas teater Indonesia sejak 1960-an. Sutradara yang nama aslinya Lim Tjoan Hok atau Steve Lim ini menghasilkan karya-karya yang bagus di dunia perfilman Indonesia. Melalui Teater Populer yang didirikannya pada 1968, ia mengorbitkan Slamet Rahardjo, N. Riantiarno, Tuti Indra Malaon, Christine Hakim, Alex Komang, dan lain-lain menjadi artis-artis hebat.

Enam kali Steve Lim meraih pila Citra kategori sutradara terbaik dalam Festival Film Indonesia. Film-film karyanya antara lain: Cinta Pertama, Badai Pasti Berlalu, November 1828, Ranjang Pengantin, Kawin Lari, Perkawinan Semusim, Doea Tanda Mata, Di Balik Kelambu, Ibunda, Wajah Seorang Lelaki, Pacar Ketinggalan Kereta.

Pada suatu hari Steve Lim datang ke lembaga sosial Hati Suci dan bertemu dengan Nyonya Lie Tjian Tjoen, pendiri lembaga itu. Mereka mendiskusikan rencana penggalangan dana untuk Hati Suci lewat pementasan teater. Para pemainnya adalah anak-anak asuh di Hati Suci dan Steve Lim menjadi sutradaranya. Pementasan yang akan berlangsung selama dua hari itu diadakan di Schouwburg (kini Gedung Kesenian Jakarta) di depan Pasar Baru.

Steve Lim dikenal sebagai sutradara bertangan dingin, tegas, dan pekerja keras. Prinsip bekerja sungguh-sungguh dan disiplin itu ia terapkan pada orang-orang yang bekerja sama dengannya pada waktu latihan. Ia berharap, dengan cara ini dapat dihasilkan penampilan terbaik pada saat pentas. Anak-anak Hati Suci pun merasakan sentuhan Steve Lim yang menuntut bekerja dengan sempurna.

Ketika gladi resik Steve Lim mengajar anak-anak Hati Suci memainkan peran masing-masing dengan kedisiplinan dan ketegasannya. Karena mereka belum terbiasa bermain teater terjadi kesalahan berulang kali. Steve Lim mengatur pemain dan petugas pendukung sandiwara dengan disiplin yang ketat. Ia pernah marah besar. Ia naik ke balkon lalu membentak dengan keras. Setelah itu ia diam, tampak sangat kesal. Sekitar seperempat jam suasana gladi resik sunyi senyap.

Setelah berkali-kali latihan, akhirnya kesalahan-kesalahan itu dapat diperbaiki. Anak-anak Hati Suci dapat memainkan perannya dengan baik. Di bagian awal pementasan ditampilkan adegan anak-anak yang mengalami siksaan dan perempuan yang akan dijual ke lelaki hidung belang. Setelah itu tampil sosok Nyonya Lie datang menolong anak-anak telantar dan gadis-gadis malang itu lewat pintu rumah piatu Hati Suci. Ditampilkan pula adegan-adegan Nyonya Lie diancam ketika menolong mereka pada masa pendudukan Jepang. Pada bagian akhir anak-anak Hati Suci naik ke panggung. Mereka menaburkan melati di atas ‘pusara’ Nyonya Lie. Padahal ketika itu Nyonya Lie masih segar bugar, duduk di deretan depan kursi penonton. “Saya tidak suka ending-nya,” kata Nyonya Lie.

Avatar photo

About Ratih Poeradisastra

Penulis Biografi Soetaryo Sigit, Beni Wahju, Sukamdani Sahid Gitosaradjono, Prof. Dr. Zuhal MSc, Hj Sahria Hasan Askar, Drs Wisber Loeis, Netty Amaludin SG, Penulis Buku Ramuan Tradisional, Editor Biografi Soekarno M Noer, Moesliha-Aoh K. Hadimadja, , Penulis berbagai buku sejarah dan Pendiri Read & Write Creative Writing