TEMAN LAMA & BOTOL MINUM

Sunset Story oleh Belinda Gunawan

“Ma, kalau malam-malam pengin pipis, jangan langsung jalan ke toilet, nanti pusing. Duduk dulu. Lagian, ingat kaki, Ma.”

“Iya Wel,” jawab Yohana. Si Ba-Wel hanya tersenyum. Anak perempuannya itu memang bawel, tapi itu sudah menjadi perkembangannya sebagai “sandwich generation” yang cerewet ke ortu dan cerewet ke anak.

Siang itu Yohana ada di rumah sakit dan baru saja selesai menjalani BMD, tes kepadatan mineral tulang, dan siapa lagi kalau bukan si “Wel” Inta yang mengantarnya. Cuma dia yang ada waktu di sela-sela kegiatannya berbisnis online.

“Kita makan dulu,” kata Inta, memasuki kantin yang lebih tepat disebut resto di bagian depan rumah sakit. Mereka menengok ke sana-sini mencari meja yang kosong.

Pas saat itu seorang wanita menyapanya, “Yohana? Ana?”

“Lucy…”

Wanita itu hanya berdua, di meja untuk berempat. “Gabung saja sama kita,” ajaknya.

Pendamping Lusy berdiri, mempersilakan Ana duduk di seberang ibunya. “Saya Nina, Tante.” “Bungsuku,” Lucy menjelaskan.

“Oh, halo Nina.” Ana menjawil anaknya. “Ini Inta. Nina, mamamu dan Tante dulu sekelas di SMA.”

“Wow…SMA. Berapa abad lalu itu?” canda Nina.

Nina mendapat ide cemerlang. “Ma, Tante, ngobrol yang asyik, ya. Biar kami yang mudaan saling berkenalan lebih akrab.” Ia mengajak Inta ke meja lain yang baru saja kosong.

“Ga apa-apa kamu ninggalin ibumu?” tanya Inta.

Don’t worry. Mama segar kalau habis dialisis. Biar saja mereka saling curhat.”

Di meja yang tadi, mantan teman SMA itu saling melepas kangen sambil ngobrol ke sana kemari. Termasuk soal penyakit, sebagaimana biasa di antara lansia. Apalagi ini di rumah sakit. Kata Lucy, “Aku sudah…mmm, tiga tahun begini. Setiap minggu dua kali cuci darah. Untung Nina selalu bisa mengantar.”

“Ya, untung ada anak. Nina tidak kerja?”

“Kerja sih, cuma selalu bisa melipir sejenak, ngantar aku dengan mobil kantornya.”

“Oh, bagus itu. Pasti kedudukannya tinggi.“

Lucy kemudian curhat panjang lebar tentang penyakit gagal ginjalnya. Bagaimana awalnya ia mengalami gejala, vonis dokter, dan bagaimana rasanya tubuh yang “nagih” sebelum cuci darah. “Sesak napas dan mual-mual, Na. Nggak enak banget.”

Ditanya balik tentang kondisi kesehatannya, Ana hanya bercerita sekilas saja. Mendadak semua keluhannya tentang kaki lemas dan malam terbangun berkali-kali untuk ke toilet, terasa begitu ecel. Apalagi informasi Lucy, yang justru tidak ilmiah, seperti menyentil dia, “Kadang aku kepingin sekali… bisa pipis.”

Mereka berpisah dengan janji akan bertemu lagi. “Di resto, kapan-kapan hari Sabtu,” janji Nina kepada Inta.

Di taksi Inta menyerahkan sebotol air mineral pada ibunya. “Mama mungkin haus habis ngobrol sama teman lama,” katanya.

Menggenggam botol air yang sejuk berembun itu, terbayang oleh Yohana botol minum Lucy. Kecil, mungil, lucu. Tapi latar belakangnya adalah masalah besar. “Sehari aku hanya boleh minum 500 mili, Na,” katanya tadi waktu Yohana menanyakan, mau pesan minuman apa.

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.