Selanjutnya, Hak Rakyat Memanggul Senjata
SELAMA bertahun-tahun, warga yang mendukung kepemilikan senjata sipil merasa amandemen kedua konstitusi AS berhasil menegaskan hak-hak mereka. “Amandemen kedua penting untuk melindungi hak-hak pemilik senjata yang taat hukum,” demikian pernyataan Asosiasi Pemilik Senjata AS (NRA).
NRA, yang memiliki 5,5 juta anggota, merupakan salah satu kelompok kepentingan paling berpengaruh dalam politik AS. Mereka menentang sebagian besar proposal yang hendak mempersulit kepemilikan senjata.
NRA menjadi salah satu pressure group yang sangat berpengaruh di AS, berkat kerjasamanya dengan industri-industri senjata api, serta Partai Republik. Industri senjata api berperan sebagai pemasok dana bagi NRA. Setelah mendapatkan dana, NRA mempergunakannya untuk berbagai macam keperluan lobi. Lobi-lobi dari NRA kemudian disampaikan ke Kongres melalui suara-suara dari para anggota Kongres yang mayoritas dari Partai Republik. Hal ini mungkin dilakukan karena NRA dan Partai Republik telah lama menjalin hubungan kerjasama. Maneuver kerjasama inilah yang menyebabkan lobi NRA menjadi efektif dalam ranah isu senjata api.
Para pendukung kepemilikan senjata berpendapat, penyataan “hak rakyat untuk menyimpan dan memanggul senjata” dalam Amandemen Kedua menyiratkan hak individu secara konstitusional untuk memiliki senjata api. Menurut mereka, segala peraturan yang melarang atau membatasi kepemilikan senjata tidak sesuai dengan konstitusi.
Namun, penentang kepemilikan senjata lebih fokus pada bagian pertama dari teks Amandemen Kedua, yaitu pernyataan tentang “milisi yang tertata dengan baik.”
Sejumlah pakar hukum dari kelompok ini yakin bahwa perancang konstitusi AS tidak bermaksud memberikan hak individu untuk memiliki senjata. Sebaliknya, menurut mereka, regulasi itu dibuat untuk membangun hak kolektif mempertahankan negara jika diserang negara lain.
Konsekuensi dari pendapat hukum ini, kata para pakar ini, setiap warga AS tidak memiliki hak untuk membawa senjata api. Dan oleh karenanya, otoritas federal, negara bagian, dan pemerintahan lokal dapat mengatur, membatasi atau melarang senjata ini.
Pandangan bahwa “hak untuk memanggul senjata” terkait dengan upaya mempertahankan negara secara kolektif muncul dalam putusan Mahkamah Agung pada tahun 1939.
Merujuk putusan itu, pemerintah negara bagian dan lokal berwenang melarang kepemilikan senjata secara individu, seperti yang terjadi di District of Columbia, Washington DC.
Larangan itu berlaku selama hampir tujuh dekade. Pada tahun 2008, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan dalam gugatan antara pemerintah Washington DC melawan Dick Heller, seorang polisi yang mengajukan gugatan karena dilarang memiliki senjata pribadi.
Seorang polisi bernama Dick Heller memenangkan gugatan melawan otoritas Washington DC yang melarang kepemilikan senjata api oleh individu.
Mahkamah Agung AS saat itu memutuskan, dalam pemungutan suara di antara hakim agung yang berselisih satu suara, bahwa amandemen kedua Konstitusi AS melindungi hak individu memiliki senjata api untuk penggunaan yang sah.
Putusan itu menyatakan hak ini terbatas. Senjata api yang diperbolehkan tidak termasuk senjata kaliber besar seperti senapan mesin.
Selanjutnya, Larangan Inkonstitusional