NAMUN Mahkamah Agung memutuskan bahwa pelarangan total terhadap warga negara untuk memiliki senjata adalah inkonstitusional. Pembatasan seperti itu akan dinyatakan melanggar tujuan dari perubahan konstitusi terkait pertahanan diri.
Sejak itu, pengadilan yang lebih rendah harus mendengar banyak tuntutan hukum terhadap larangan senjata serbu, persyaratan pendaftaran, dan larangan membawa senjata yang diberlakukan oleh beberapa negara bagian.
Sekarang perselisihan politik dan sosial yang sengit mengenai kelayakan untuk terus mengizinkan atau melarang kepemilikan senjata api oleh individu di AS kembali mencuat. Pro dan kontra itu semakin memanas usai ketika yang merenggut belasan nyawa murid sekolah dasar di Uvalde.
Hingga saat ini, kepentingan kelompok yang membela hak warga untuk memiliki senjata masih masih menang.
Saat masih jadi presiden, Barack Obama telah mendorong pengawasan senjata api yang lebih ketat sejak pembantaian atas 26 anak-anak dan guru sekolah dasar Sandy Hook di Newtown – Connecticut pertengahan Desember 2013.
Beberapa jajak pendapat menunjukkan lebih dari 90% pemilih mendukung pemeriksaan latar belakang yang lebih luas. Tetapi Asosiasi Pemilik Senjata Api NRA yang mewakili para pemilik senjata api, menentangnya, dan menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap konstitusi.
Mantan presiden AS Donald Trump membela hak-hak pemilik senjata api (senpi). Dalam konvensi tahunan Asosiasi Pemilik Senapan Nasional (NRA) di Houston, Texas, ia menyerukan “secara drastis” mengubah pendekatan bangsa terhadap kesehatan jiwa dan keamanan sekolah.
“Adanya kejahatan di dunia bukan alasan untuk melucuti senjata warga yang taat hukum. Adanya kejahatan adalah salah satu alasan terbaik untuk mempersenjatai warga yang taat hukum,” kata Trump kepada massa yang bertepuk tangan.
(BBC/VoA/dms)