Tentang Manusia Peka

Seide.id – Saya memaknai positif konotasi manusia peka atau sensitif sebagaimana dalam kutipan di atas. Hemat saya, manusia peka lebih berarti sebagai kelebihan. Seniman pada umumnya saya kira tergolong manusia peka. Kepekaan sebagai sebuah kemampuan untuk menangkap segenap pikiran, dan perasaan, lewat segenap pancainderanya. Termasuk menangkap kebenaran, kebenaran apa saja, yang masyarakat luas mungkin belum menangkapnya.

Kepekaan menusia peka bisa berarti perasaan yang berlebih, termasuk empati yang berlebih, simpati yang berlebih, dan banyak rasa berlebih lainnya. Demikian pula ketika merasa ada cinta dan kasih sayang. Dan apabila manusia peka, sebagai seorang seniman, akan mereka tuangkan semua apa yang tertangkap oleh inderanya itu menjadi karya, apakah karya lukis, senirupa, atau sastra.

Ada rasa yang kuat di sana. Dan rasa yang kuat bisa saja cenderung berlebih. Mencintai dengan berlebih, memberi apa saja yang berlebih, dan konon juga bisa saja kalau merasa harus melukai, melukai yang berlebih.

Bahwa benar adanya perasaan manusia peka demikian tajam, sehingga berkecenderungan mudah menjadi tersinggung melebihi manusia biasa. Ini bisa dinilai sebagai kelemahan manusia peka dan itu apabila kepekaannya ternyata akibat salah sangka, dan manusia peka sendiri kurang terjaga emosinya.

Bahwa emosi seseorang akan terjaga apabila manusia memiliki kecerdasan emosi (EQ Emotional Quotient) yang tinggi. Semua orang yang EQ-nya tinggi, lebih rasional. Sebaliknya yang EQ-nya tidak tinggi, yang apabila merasa terlukai, atau dilukai, bisa menunjukkan sikap yang tidak positif.

Merasa terlukai atau dilukai ini yang rentan dialami manusia peka, yang mungkin menjadi titik lemahnya, karena belum tentu benar. Kalaupun benar ada yang melukai, bagi orang kebanyakan, bukan hal yang perlu masuk hati. Maka tergantung warna kepribadian manusia peka yang sedang merasa terlukai, atau dilukai, apabila mereka punya tabiat pendendam atau hostil, maka mereka akan cenderung mudah membalas melukai. Kondisi ini yang dalam sejumlah komentar di atas dirisaukan. Apakah mencintai berlebih, manusia peka sekaligus juga akan cenderung melukai berlebih juga?

Saya kira bukan di situ soalnya, bukan mencintai pada satu pihak yang sama, sekaligus akan melukai pula. Melukai manusia peka akan terjadi apabila mereka merasa ada yang berlebih, mungkin mengira, atau salah sangka, bahwa mereka merasa dilukai saking perasaannya kelewat tajam, lalu melakukannya sebagai sikap balas dendam.

Dunia tahu kalau cinta dan benci setipis kulit bawang. Dan cara manusia peka melukai mungkin bisa saja berlebih pula, melebihi orang kebanyakan. Persitiwa melukai dan dilukai dalam hubungan antar manusia sendiri pada umumnya, apakah sebagai suami-istri, sebagai pacar, sebagai teman bahkan sahabat, sering-sering berhulu lantaran salah sangka. Salah sangka sebagai akibat lemahnya komunikasi.

Kalau saja apa pun yang muncul di antara hubungan antar manusia saling dikomunikasikan, kejadian salah sangka tidak harus dialami. Kalau mau dianggap sifat kerentanan manusia peka yang lekas merasa dilukai, atau terlukai ini sebagai kelemahan, mungkin ada betulnya. Hanya apabila manusia peka lebih kuat sikap rasionalnya, bila lebih cerdas emosinya (EQ), kejadian lekas melukai tidak perlu muncul. Bahwa sejatinya manusia peka itu lembut hatinya, dan adem jiwanya. Percayalah kalau itu sebagai fakta, dan bukan fitnah. Salam bergaul dan niscayailah indah bersama manusia peka, saya kira.

Salam manusia peka,
Dr Handrawan Nadesul

Mengenal Penyakit Tifus