Tentang Paspor Yang Penting Gak Penting

Passport

OLEH ARIES TANJUNG

Dulu, aku berkerja di majalah remaja. Kami menempati ruangan besar panjang, tanpa penyekat (anak sekarang bilang kubikel) disatukan dgn unit lain. Meja-meja kerja kami berderet-deret memanjang, menempati dua sisi. Di tengah, dibiarkan kosong untuk orang berlalu-lalang.

Tepat di seberangku, adalah beberapa wartawan unit majalah lain. Salah seorang wartawannya kerap aku goda karena penampilannya “terlalu rapi bagi seorang wartawan”. Orangnya tampan, bersih, agak gempal, dan ramah. Kemeja lengan panjangnya selalu licin, berwarna putih atau berwarna lembut, polos tak bercorak. Pantolannya juga licin.

Seingatku, dia tak tak pernah terlihat memakai celana jeans. Aku bilang: “Kau lebih mirip pak guru, daripada wartawan”. Dia tertawa-tawa, sambil berkata: “Ooh, emang ‘sekelihatan itu’ ya?”. Lalu dia berbisik. “Pssst, memang minatku sangat besar untuk menjadi pengajar. Menjadi wartawan ini ‘kan,…sambil menunggu beasiswa saja, ke-berbagai negara yang akan memanggilku untuk melanjutkan sekolah”. Benar saja, tak lama kemudian dia pamit untuk melanjutkan sekolah di Eropa. Dia mendapat beasiswa penuh! Sekarang dia sering muncul di tv. Dia kerap menjadi narasumber tentang sikap, kecenderungan enterpreneur dan perubahan.

Suatu ketika, dia menulis sesuatu yg menarik, tentang paspor. Dia bertanya kepada mahasiswanya “Siapa yg punya paspor?” Beberapa kelas tak ada yg menunjuk tangan! Dari seluruh kampus ternyata hanya 1-2 orang saja mahasiswa yg punya paspor. Dari beberapa mahasiswa yg secara random ditanya, ternyata bisa ditarik kesimpulan bahwa menurut mereka, aspor itu mahal. Paspor itu bukan sesuatu yg mendesak dimiliki. Dan yg paling parah adalah: merasa tak perlu! Lalu dia ‘mengompori’ mahasiswanya. Bahwa paspor itu bukan buat gagah-gagahan. Sejak mahasiswa dia sudah getol mencari cara ke-luar negeri dengan gratis. Cukup banyak caranya. Ada: Pertukaran pelajar, pertukaran kesenian, olimpiade mata pelajaran, sampai beasiswa. “Saya ke-luar negri hampir selalu gratis!” katanya.

Passpor Hampir Habis

Aku jadi ingat bungsuku yang sedang mempersiapkan segala sesuatu untuk mengejar beasiswa. Eh, btw paspor Adek msh ‘hidup’ gak tanyaku. Bungsuku seperti tersentak, bilang. Ya ampuun, paspor Adek masa berlakunya tinggal sekitar 6 bulan lagi. “Cepat, urus perpanjangannya! Nanti seandainya beasiswa Adek “tembus” selama setahun, masa berlaku paspor habis,…’kan ribet!”.

Lalu terbirit-biritlah dia mendaftar perpanjangan paspor secara on-line. Dapat di kantor Imgrasi di Plaza Semanggi. Alhamdulillah, tak bertele-tele, antrean tak panjang (mungkin karena di masa pandemi pula), 3 hari kerja selesai!

Lalu, kakaknya ditanya oleh atasannya di kantor, adakah paspornya masih ‘hidup’. “Masih, mas” dijawabnya mantap. Dugaannya, jika seseorang ditanya tentang paspor, pasti berhubungan dengan dinas luar negeri (DLN). Tapi, mungkin memang bukan rezekinya. Dan si Sulung sdh pernah DLN, maka yg kemungkinan berangkat adalah reporter lain yg belum pernah mendapat DLN.

Tapi tak urung, aku menyuruh si sulung sekalian saja mengurus perpanjangan paspor. Maka, kami pun sekalian didaftarkan secara on-line di kantor Imigrasi Tangerang yg berkantor di BSD. Cepat, tak perlu antre karena sepi. Lugas, petugasnya ramah-ramah. Tinggal menunggu 3-4 hari kerja. Paspor bisa diambil.

Karena kami tak menyangka, urusan akan ‘secepat itu’, maka kami keluyuran dulu ke-Pantai Indah Kapuk.

Untung, tadi istriku berinisiatif membawa kursi rodaku. Sebetulnya aku bisa jalan untuk jarak dekat, meski terseok-seok. Untuk mencapai tempat-tempat yg kami kunjungi lumayan jauh dan panas. “Sudahlaaah, ayah duduk saja” kata anak-anaku. Istriku memotong. “Ho’oh mendingan ayah duduk aja deh. Daripada ayah nggelendotin aku, malah berat dan langkah kita jadi lama”/ “Gak berat, kalian dorong?”/ “Gaak, ‘kan gantian. Panas ‘gini dan jauh. Daripada ayah maksa jalan,…terus pingsan, ‘kan malah ngerepotin kita semua”,…potong si bungsu yg selalu punya komentar dalam kalimat-kalimat nyeleneh. Lalu, kami tertawa-tawa bersama.

Meski kami tertawa-tawa, tapi pantai yang sdh dibuka untuk umum dan masih terus nampak berbenah di sana-sini siang itu tetap panaaas…