Tentang Penampilan

Dahulu kala saya kerap diminta menulis tentang mode, saya membaca dan membeli majalah-majalah mode untuk tahu trend apa yang lagi musim tahun itu.

Sebelum mode Korea booming, saya suka menulis tentang Harajuku style khusus untuk mode di Asia, dalam hal ini mode anak muda di Jepang.

Untuk dunia internasional, saya berpatokan pada kelas menengah ke atas seperti Guess, Kenzo, Hanae Mori, Miu Miu, YsL, Dolce n Gabanna, Hermes, . Ada gaya klasik yang sampai sekarang saya kagumi yaitu besutan dari si perancang legendaris Coco Channel. Harga bajunya masih selangit, bisa buat beli dua motor Ninja RX

Pada akhirnya, saya berkesimpulan, jika hendak mengenakan busana dengan mode yang selalu mengikuri trend, semua harus disesuaikan dengan bentuk tubuh, usia, juga wajah. Tak mungkin dong usia sudah manula lalu maksain menggunakan pakaian yang buka-bukaan yang lebih cocok untuk remaja berbody bagus.

Andai pun tubuh kita langsing dan cocok dengan pakaian tersebut, dari belakang kita memang terlihat trendy, tapi pas berbalik dan wajah terlihat, maka akan “nyesek‘ bila ada anak muda yg komen demikian, “Yaelah, ni Oma gak rela banget jadi tua, jatah gue mao diambil jugak. Oma…Oma…kalok mau bagaya liat umur dunk!”

Memang sih akan ada jawaban dari Si Oma, “duit… duit gue…, badan… badan gue, ngapain elu yang rempong?” Nah, kalau sudah begini, kita tinggal menatapnya sambil senyum dikulum hehe…

Kemudian di dalam tulisan tentang mode biasanya saya memberi saran, selain tubuh dan usia, kenakanlah pakaian yang sesuai dengan situasi di mana kita berada.

Kalau berkumpul di kalangan seniman, penampilan nyentrik yang nyeni ya sah-sah saja. Dan, jika berada di lingkungan sosialita, biasanya yang seperti di pelem-pelem China atau Korea, tas branded dan pakaian bermerek memang kerap jadi acuan, apalagi jika ditunjang dengan body semok, rambut dipirangin, dan wajah kayak selebritas meski banyak operasian, itu sih cincai saja.

Nah, jika Anda memang crazy rich beneran kayak ibu-ibu pejabat yang semoga misuanya kagak korupsi, tas branded, baju haute couture, berlian mungil bacarat dengan berat puluhan karat dan berlisensi, lalu turunnya dari mobil bermerek Mercedes atau Porche keluaran terbaru, itu sudah menujukkan kelas doi. Jadi, jangan ngiri yeee…

So, bagi pemimpi seperti saya, nongkrong di warteg atau tukang ketoprak dekat stasiun kereta rasanya sudah seperti sosialita “cap kampak” hehe dan saya jadi teringat lagu dangdut yang berbunyi demikian:

Dia tidak cantik euy…
Dia tidak ayu euy…
Dia sedang-sedang saja euy…
Tapi dia baik dan tulus hati… euy….

Nah pilihan is yours!

Avatar photo

About Fanny J. Poyk

Nama Lengkap Fanny Jonathan Poyk. Lahir di Bima, lulusan IISP Jakarta jurusan Jurnalis, Jurnalis di Fanasi, Penulis cerita anak-anak, remaja dan dewasa sejak 1977. Cerpennya dimuat di berbagai media massa di ASEAN serta memberi pelatihan menulis