Film ini juga sangat mengingatkan miniseri Mrs. America di mana Gloria Steinem hadir sebagai salah satu feminis yang dikisahkan dalam kronikel aktivis perempuan Amerika tahun 1970 – 80’an itu, dalam Mrs. America Rose Byrne juga bermain sangat bagus sebagai Steinem, tak kalah dengan Vikander dan Moore. Dan sialnya, miniseri sembilan episode itu malah jauh lebih menarik, lebih bagus dan menyakinkan ketimbang film ini.
Oleh AYU SULISTYOWATI
GLORIA STEINEM, salah satu tokoh feminis modern paling terkenal itu akhirnya memiliki biopicsendiri. Meski barangkali bagi bukan pemerhati feminisme atau humanisme tak begitu dikenal, namun Steinem adalah salah satu ikon perempuan modern. Steinem yang tahun ini sudah berusia 86 tahun, bisa dibilang sekitar enam dekade ia konsisten sebagai penggerak feminisme.
The Glorias diangkat buku Steinem yang berjudul My Life on the Road, film ini mengisahkan empat masa kehidupan Gloria, yang diperankan empat aktris berbeda. Gloria kecil, Gloria remaja, Gloria dewasa dan Gloria matang. Meski keempatnya tidak bisa dikatakan cukup mirip sebagai satu orang, tapi semuanya bermain bagus, terutama Gloria dewasa dan matang yang masing-masing diperankan dua pemenang Oscar: Alicia Vikander dan Julianne Moore.
Gloria kecil yang begitu dekat dengan sang ayah, Leo Steinem laki-laki eksentrik yang jarang di rumah lantaran ‘suka berpetualang di jalanan’. Lalu Gloria remaja yang harus menemani ibunya yang mulai sakit jiwa cukup menggambarkan bagaimana ia adalah gadis yang tumbuh dalam situasi tak biasa. Ia mandiri dan berpikir mendahului jamannya. Bahkan ia berani memutuskan menggugurkan kandungan ketika sadar sang pacar tak akan bertanggungjawab, sementara ia masih ingin melihat dunia lain.
Seperti halnya sang ayah, lulus kuliah Gloria mengembara ke India. Di sana Gloria mulai menemukan ‘dunia perempuan lain’ yang belum pernah ia lihat di Amerika. Sepulangnya dari India, Gloria mulai menjajal jadi reporter. Bekerja di majalah Time, dan mulai melihat ternyata dunia jurnalisme yang seksis dan ‘dikuasai’ kaum lelaki. Ia diberi pekerjaan menulis artikel ringan soal kencan. Tapi Gloria membuat artikel itu berbeda. Dan di luar dugaan ternyata editor menyukainya.
Namun ‘sukses’ ini berubah ketika tahu-tahu sang editor memanggilnya, memberi surat penugasan sambil membisikan sebuah no kamar hotel dan kapan Gloria harus datang ke sana. Kaget sesaat, tapi dengan tenang Gloria menaruh surat penugasan itu dan keluar dari ruang editor serta kantor sekaligus.
Toh dunia jurnalisme masih membuatnya penasaran. Pindah ke media lain, Gloria melakukan riset sebagai Playboy Bunny di Playboy mansion demi artikel yang akan ia tulis. Tapi sekali lagi, meski artikelnya sukses berat dan disukai pembaca, Gloria masih memimpikan menulis sesuatu yang lebih: mewawancarai tokoh-tokoh besar.
Di sini kita melihat Gloria muda sebagai perempuan dengan ambisi merubah dunia yang masih belajar jadi aktivis. Tapi sialnya, sebagai perempuan yang secara fisik menarik, banyak yang memandang sebelah mata, sampai akhirnya ia bergabung dengan aktivis lain yang senior, memperjuangkan persamaan hak kaum perempuan: The Equal Rights Amendment.