Ada teman bertanya, “Apa yang kau cari, bangun pagi setiap hari? Apa yang kau peroleh dengan aktif menulis di media sosial?”
Pertanyaannya sederhana, tapi aneh. Setidaknya setiap orang pernah bangun bagi. Ada orang yang sembayang subuh, belajar, beberes untuk keluarga, bahkan ada juga orang yang bersiap diri untuk berangkat kerja.
Bagi saya pribadi, bangun pagi itu suatu keharusan, untuk saya jadikan kedisiplinan dari kebiasaan baru. Karena saya telah menemukan kembali dunia lama yang hilang: menulis!
Sejak usaha saya serah tugaskan pada anak, saya membiasakan diri tetap bangun pagi. Bukan bangun siang untuk memanjakan diri pada kenyamanan, melainkan menulis demi kenyamanan hidup yang paripurna.
Bangun pagi, untuk membuka hati, intimasi dengan Allah, lalu menuangkan gagasan itu ke dalam tulisan atau perilaku hidup.
Bukan hal yang mudah, melainkan suatu tantangan yang teramat sulit. Bagaimana tidak sulit, karena kita belajar bersikap jujur untuk tidak mengedepankan diri sendiri, tapi menulis sebagai ungkapan pujian kepada-Nya.
Ternyata godaannya juga berat. Karena sesekali ego saya ikut nimbrung, berpartisipasi untuk menonjolkan diri dan ben-diarani.
Untuk mengantisipasi hal itu, saya mencoba membiasakan berpikir dulu sebelum bicara, mengendapkan tulisan dan membacanya berulang kali. Tujuannya, agar saya tidak tendensius untuk menilai atau menghakimi orang lain. Tapi memotret semua itu sesuai realita.
Sejatinya, berbagi gagasan itu datang dari hati, tidak untuk dipuji, dihormati, atau diapresiasi. Tapi berbagi yang datang dari kesadaran diri, karena kita
dikasihi Allah.
Dilandasi niat murni dan motivasi berbagi, saya mengaktualisasikan potret keseharian itu untuk menyenangkan hati Allah.
Caranya adalah saya harus berani meninggalkan ego sendiri untuk berbagi dengan jujur dan tulus. Apapun yang saya tulis itu semoga mampu menambah wawasan, mengubah pola pikir, dan bermakna bagi sesama.
Sekiranya gagasan saya dianggap sok teori, menggurui, sok suci, dan seterusnya. Hal itu tidak masalah, atau menyurutkan niat saya untuk terus menulis dan berbagi.
Semua itu tak lebih sebagai bumbu masak agar saya semakin piawai mengolah sajian untuk memotivasi, mendukung, dan membesarkan hati sesama.
Tujuan utama saya adalah saya ingin hadir dan berada di tengah mereka yang tersisih, terpuruk, bahkan yang disia-siakan. Bukan sebagai pencitraan agar dipuji atau diapresiasi, melainkan berbagi karena kita sungguh dikasihi Allah.
“Sesungguhnya, siapa mencari kerajaan Allah lebih dahulu, maka semuanya akan ditambahkan.”
Teruslah berbagi, Allah memberkati.
Foto : Nick Morrison / Unsplash