Aku sedang mengurus bibit tanamanku, tahu-tahu gadis ini memelukku dari belakang dan mencium kepala belakangku (karena dia lebih tinggi).
“Mama sengaja cari-cari hobi baru dan kesibukan ya? Biar nggak kesepian pas aku kuliah?”
Aku ketawa.
“Mama ketauannnn….”
“Nanti mama ikut aku aja…” bisiknya manis.
“Halah gombal. Nanti kamu bakal sibuk kuliah bahkan nginep-nginep di lab, mama yakin…!”
“Hihihi iya sih.”
Kami berdua sudah dua kali survey ke kampus Waseda 3 tahun dan 2 tahun yang lalu, dan melihat bagaimana mahasiswa sampai bawa sleeping bag. Sebagian digelar diam-diam di Student Hall… sebagian mahasiswa S2 bahkan menggelarnya di bawah meja lab masing-masing. Anakku akan berada di lingkungan orang tekun dan rajin seperti semut. Ngapain aku ikutan atau nungguin dia kuliah? Bisa jenggotan.
“Atau kamu kuliah online aja Nes, biar di rumah aja nungguin mama sampai tua?” ujarku menggoda.
Kontan dia merengek dan bilang “Mama jahat, menghambat masa depankuuuu…!”
“Lho kamu kan harus berbakti sama mama…! Kalau bukan karena mama, kamu nggak lahir lho…” aku meneruskan menggodanya.
Dia ngakak, dan dengan gaya ala Stanley Hao yang lucu itu, yang dia lihat di akun Jadikristen GaperluMunafik, anakku nyamber :
“Lho aku kan nggak minta dilahirkan sama mama…!”
Dan kami pun ketawa bareng. Berangkulan.
Sejak dia lahir, kami memang selalu bersama.
Hampir ke semua tempat kerja dan perjalananku, anak ini ngikut. Hampir di setiap kegiatannya, aku hadir.
Aku mendidiknya agar bisa hidup mandiri, kuat dan mampu menciptakan bahagianya sendiri, kelak. Seperti kini aku mulai menciptakan bahagiaku sendiri, agar aku tidak perlu menuntutnya membahagiakanku.
Aku melahirkan dan membesarkannya, tidak untuk mengikat kakinya di peti matiku…
Nana Padmosaputro
Ikuti : Persiapan Menikah Bagi Perempuan