Foto : whoismargot/Pixabay
Dikhianati itu sakit. Jauh lebih sakit, jika kita tidak bisa memaafkan dan mengampuni orang itu
Bagaimana mungkin memaafkan, karena orang yang menyakiti itu ternyata musuh dalam selimut alias orang kepercayaan dan sahabat terdekat sendiri.
Sakit, jelas sangat sakit. Pahit, jelas sangat pahit. Kita sungguh tidak menyangka hal itu. Membayangkan juga, tidak. Karena orang yang telah kita anggap sebagai saudara itu tega bermain dua kaki.
Seorang berkhianat itu bukti iman yang lemah, karena mudah tergoda, terbius mimpi semu, dan diperdaya.
Seorang yang menelikung kekasih sahabatnya, itu karena menyalahgunakan kepercayaan, sehingga tidak setia. Pasangan hidup yang selingkuh demi mengejar kenikmatan semu. Sopir yang menjual pelanggan juragannya demi uang. Dan seterusnya.
Dikhianati itu sakit. Lebih sakit lagi jika kita mendendam dan benci pada orang yang melakukan itu. Apalagi lalu timbul permusuhan yang merembet ke masalah lain dengan mengungkit aib lama.
Disadari atau tidak, dendam dan kebencian itu tidak menyelesaikan masalah. Bahkan hati ini jadi makin sakit tak terperi, jika tidak segera diatasi, dan diobati.
Ketimbang menyalahkan orang lain, lebih bijak bertanya pada diri sendiri. Niat dan motivasi kita berbuat baik itu demi dan untuk apa. Sekiranya kita tulus ikhlas, tidak mungkin hati ini mudah terlukai. Karena pamrih itu mengkhianati hati nurani sendiri, sehingga timbul penyesalan.
Berbuat baik, dengan memberi itu ibarat menghembuskan nafas. Kita harus ikhlas agar hidup jadi sehat.
Begitu pula saat dikhianati dan disakiti. Berani menerima kenyataan pahit itu anugerah. Kita tidak down, nglokro, atau terpuruk. Sebaliknya, kita makin tertantang dan termotivasi untuk bangkit dan berbuat lebih baik lagi.
Pengalaman pahit itu membuka mata kita untuk melihat kualitas pribadi orang itu. Sekaligus mengajari kita untuk berbesar hati.
Dengan berani memaafkan orang lain, kita berdamai dengan diri sendiri.
Dengan mengampuni dan mendoakannya, hidup kita dilimpahi kasih Allah.
Sejatinya, siapa berbuat salah dan tidak berani untuk meminta maaf, bakal dihukum oleh penyesalannya sendiri.
Astaga… (Maaf) Ternyata Kita adalah Pembohong!