Tiga Perempuan WNI yang Memilih Pekerjaan Tak Lazim di Australia

Tiga WNI di Australia

Tidak seperti kebanyakan rekannya yang memilih kuliah di bidang ekonomi dan bisnis, Nani Puspasari yang lulusan salah satu universitas di Surabaya memutuskan datang ke Australia untuk mengembangkan diri sebagai pekerja seni atau ‘artist’ dan menjalaninya sebagai suatu profesi.

“Yang pertama itu saya struggling karena susah masuk ke jaringan industri seni Australia. Kita sebagai imigran ‘kan datang ke sini tanpa koneksi. Saya pikir hal ini juga berlaku di industri lainnya,” ujar Nani kepada ABC Indonesia.

Menurut dia, sebagai pekerja seni, koneksi itu sangat penting, terutama untuk menghubungkan dengan masyarakat seni yang sudah mapan.

“Tantangan kedua adalah karena sudah terlalu banyak artist di sini. Jadi kompetisinya sangat tinggi. Terus problemnya saat ini karena pemerintah juga mengurangi anggaran untuk seni,” kata seniman yang sudah 15 tahun berkarir di Australia.

“Jadi bisa dibayangkan begitu banyak seniman yang bersaing untuk mendapatkan grant dari pemerintah. Seniman-seniman terkenal memiliki kemampuan membuat proposal yang bagus-bagus,” tambahnya.

Nani mengaku ekosistem seni memang sangat sulit bagi para seniman yang baru muncul, termasuk dari kalangan imigran.  “Dalam lima tahun pertama itu sebagai saya bekerja sebagai desainer dan selanjutnya mencoba masuk ke dunia seni,” ujarnya.

Bagaimana pun, Nani merasa senang, karena di kota Melbourne yang multikultural, pemerintahnya memprioritaskan seni dan budaya, sehingga banyak sekali event yang berlangsung setiap saat.

Hal ini membuka banyak peluang untuk seniman, termasuk ilustrator dan desainer.  Itu juga alasan Nani datang ke Australia 15 tahun lalu karena saat itu belum banyak peluangnya untuk bekerja sebagai seniman di Indonesia.

“Ada beberap art project Nani yang paling berkesan, dan itu bukan berdasarkan pembayaran tapi karena Nani merasa ikut berkontribusi pada isu-isu sosial. Waktu itu Nani buat ilustrasi buat children migrants di Eropa untuk kampanye sebuah LSM,” jelasnya.

Ia mengaku dari segi penghasilan, bekerja sebagai seniman di sini masih pas-pasan tapi orientasinya saat ini lebih kepada pengembangan diri, dan yang terpenting ia bisa mengerjakan apa yang disukainya.

Nani menceritakan selama sembilan tahun pertama dia mengirim proposal seni dan selalu ditolak sampai akhirnya lolos pada tahun 2019. “Saya mendapatkan art grant dari pemerintah. Ini juga salah satu pertimbangan karena sebagai seniman dari latar belakang imigran, pemerintah fokus pada topik diversity,” katanya.

Bagi warga Indonesia yang ingin mengembangkan karir di bidang seni, Nani menyarankan agar terus berkarya, sebab sebagai seniman Anda harus memiliki portofolio untuk ditunjukkan kepada orang, apa yang menjadi ciri keartisan Anda.

“Kalau tahap awal sih masih perlu bekerja di bidang lain untuk menunjang hidup, sambil terus berkarya dan mengembangkan diri sebagai seniman,” ujarnya. – ABC/dms.

SEIDE

About Admin SEIDE

Seide.id adalah web portal media yang menampilkan karya para jurnalis, kolumnis dan penulis senior. Redaksi Seide.id tunduk pada UU No. 40 / 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Opini yang tersaji di Seide.id merupakan tanggung jawab masing masing penulis.