Oleh ICAD M IRSYAAD
Aplikasi TikTok, mengumumkan sebuah keputusan terkait masalah keamanan, pada hari jumat lalu, tanggal 12-Agustus-2021. Pihak TikTok mulai meningkatkan kontrol keamanan pribadi untuk penggunanya, khususnya remaja. Beberapa waktu lalu, TikTok menerima banyak kritik yang mengatakan bahwa aplikasi tersebut gagal untuk melindungi anak-anak dari berbagai iklan tersembunyi dan konten-konten yang tidak layak.
Aplikasi TikTok, adalah sebuah aplikasi penyedia platform video pendek. Aplikasi tersebut dikelola oleh China ByteDance — sebuah perusahaan multinasional asal Cina yang bergerak di bidang teknologi dan internet. Kini TikTok telah berkembang pesat di seluruh dunia. Saat ini jumlah pengguna TikTok di seluruh dunia berjumlah sekitar 689 juta pengguna, berdasar pada data yang ditulis pada halaman situs BusinessofApps.
Terlepas dari kesuksesannya, aplikasi TikTok menuai banyak kritik dari pengguna atau bukan pengguna. Kritik terbanyak yang ditujukan pada aplikasi tersebut, terkait pada masalah keamanan pribadi pengguna. Memang, TikTok sendiri banyak meminta data dari pengguna dalam proses pembuatan akun. Hal tersebut menyebabkan beberapa rIsiko keamanan bagi pengguna, seperti penyalahgunaan data pribadi, dan peretasan.
Pembenahan Sistem Keamanan
TikTok, mengatakan bahwa dalam beberapa bulan ke depan akan fokus pada pembenahan sistem keamanan bagi pengguna usia 13-17 tahun. Pembenahan tersebut, berupa munculnya pemberitahuan pada akun pengguna di bawah 16 tahun — untuk memilih siapa saja yang boleh menonton video — sebelum mengunggah video. Kemudian adanya fitur untuk memilih pengunduh video untuk akun pengguna 16-7 tahun. Perubahan fitur Direct Message, bagi pengguna usia 16-17 tahun. Terakhir, pembatasan notifikasi. Notifikasi tidak akan muncul di jam-jam tertentu sesuai kategori umur yang ditentukan bagi pengguna usia di bawah 18 tahun.
Berbagai kebijakan baru TikTok, tentu akan membantu perlindungan data diri penggunanya, khususnya yang masih anak-anak. Walau demikian, sejak tahun 1998, di Amerika Serikat sudah terdapat hukum federal yang mengatur tentang perlindungan data pribadi online anak, yakni Children’s Online Privacy Protection Act (COPPA).
Bagi yang melanggar COPPA akan dikenakan sanksi berupa membayar denda yang besar. Contoh kasus pelanggaran, seperti pemilik situs Xanga yang harus membayar denda sebesar 1 juta dollar Amerika Serikat karena telah berulang kali membiarkan pengguna di bawah usia 13 tahun untuk mendapat layanan di situs tersebut tanpa sepengetahuan orang tua mereka.
Sejauh ini, di Indonesia belum ada hukum yang mengatur secara khusus tentang perlindungan data pribadi online anak. Saat ini, hukum yang mengatur tentang perlindungan data diri online anak berada di bawah Peraturan Menteri Nomor 20 tahun 2016, tentang perlindungan data pribadi (PDP).
Mengutip KOMINFO, bahwa “Apabila pemilik data pribadi merupakan kategori anak-anak, pemberian persetujuan sebagaimana yang di maksud dalam permen (Peraturan Menteri) ini dilakukan oleh orang tua atau wali anak yang bersangkutan.” Bagi yang melanggar hanya dikenakan sanksi administratif saja, berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, dan penghentian sementara kegiatan atau pengumuman di situs dalam jaringan yang tata caranya akan diatur dengan Peraturan Menteri.
Dibandingkan dengan Amerika Serikat, terkait kesiapan dalam perlindungan data pribadi online anak, tentu Indonesia masih jauh tertinggal. Bahkan aplikasi TikTok telah lebih jauh mengatur tentang permasalahan tersebut. Walau begitu, kebijakan baru TikTok tentang pembenahan sistem keamanan data pribadi penggunanya, khususnya pengguna di bawah umur, secara tidak langsung telah meringankan beban Indonesia dalam mengatur perlindungan data pribadi online anak.*
*Icad M Irsyaad, mahasiswa Universitas Indonesia