Suara dentuman artileri berat Sovyet bahkan kini sudah terdengar dari sebelah timur. Gempuran tiada henti, siang dan malam!
Kapal sejuta harapan.
Ribuan pengungsi dari Prusia timur ini memiliki satu tujuan: kota Gotenhaven (sekarang bernama Gdynia), utara Gdansk (Danzig), dua kota yang telah disebut di bagian awal. Disana berlabuh sebuah kapal pesiar besar bernama Wilhelm Gustloff.
Kapal raksasa itu dapat menyelamatkan nyawa mereka. Demikian pikiran setiap pengungsi.
Para pengungsi semua tahu hanya dengan pelayaran satu malam saja kapal itu akan membawa mereka ke kota pelabuhan besar bernama Kiel di wilayah barat di dalam negeri Jerman sendiri. Sebuah kawasan yang sangat aman.
Maka, merekapun pun berbondong-bondong menuju kota Gotenhaven, ke tempat kapal sejuta harapan berlabuh!
Namun, kisah pilu para pengungsi Jerman ini ternyata tidak berakhir disini..
Jalur pengungsian yang sulit
Maka ribuan pengungsi yang panik dari kota Konigsberg (sekarang bernama Kaliningrad) dan sekitarnya di Prusia Timur, segera bergegas menuju pelabuhan Gotenhaven, tempat berlabuh kapal sejuta harapan -Wilhelm Gustloff -yang akan menyelamatkan mereka kembali menuju kota Kiel di Jerman Bagian Barat.
Di Kiel mereka akan aman sebab kota itu adalah benteng AL Jerman yang dijaga sangat kuat.
Posisi Gotenhaven dari Konigsberg melengkung bak busur. Ada dua jalur menuju kesana. Menyusuri jalan raya umum, melewati kota Danzig (lihat peta), baru mencapai kapal. Jalur darat ini relatif lebih aman meski lebih jauh.
Atau ada pilihan yang lebih dekat, namun tergolong nekad dan berbahaya, yakni melewati area pinggir laut yang membeku dari kota Pillau (sekarang bernama Baltiysk) langsung menuju kapal.
Jalur ini memotong lengkung busur jalur. Lebih pendek dan lebih menarik bagi orang yang sedang bergegas untuk menyelamatkan nyawa. Namun juga sangat berbahaya!
Laut di beberapa bagian memang membeku, karena suhu udara minus 20 derajat, tetapi ada banyak area dimana lapisan esnya masih tipis dan sangat berbahaya bila terperosok.
Bila sampai masuk air, tubuh kita hanya punya waktu dua menit untuk segera ditolong, bila tidak bisa mengancam nyawa. Jantung bisa mandeg.
Pengungsi yang digilas
Bagitulah, tanpa dikomando, ribuan segera bergerak ke arah kapal. Yang menempuh jalur darat –jalur jauh- busur besar- nampak lebih bergegas. Ada jarak 40 km yang harus dijalani.
Jalanan penuh. Dari ujung ke ujung hanya terlihat ribuan kereta beroda dan kereta bayi. Ada yang ditarik kuda dan banyak juga yang hanya didorong. Mereka berdesak-desakan di jalan sempit.
Lalu datanglah malapetaka itu: dari arah belakang muncul serombongan Polisi Militer Jerman, mereka berteriak-teriak menyuruh warga meminggirkan kereta bawaan, karena jalan itu akan dipakai tentara Jerman dan peralatan mereka untuk mundur ke barat.