Ringkasan lalu: Pengungsi yang memilih jalur lintasan melewati laut yang -sebagian- membeku, kini menghadapi pesawat serbu Soyet.
Yuri Chuchrikov, salah satu pilot yang hari itu beraksi memberi kesaksian beberapa tahun kemudian, “kami menembaki semua orang dengan mudah. Entah berapa puluh ribu orang yang meninggal hari itu. Banyak sekali. Dan saya tidak peduli. Jangan harap kami memberi simpati pada orang Jerman. Mereka telah menghancurkan rumah kami, membunuhi setiap orang! Tentara Jerman membawa pedang, maka, kami pun datang membawa pedang! Mata ganti mata, nyawa ganti nyawa!”
Dalam sekejab, putih permukaan es berubah memerah sepanjang mata memandang. Suara tangis dan kesakitan terdengar dimana-mana…..
Dan, tak ada pertolongan datang sama sekali.
Perjalanan pengungsian di dua jalur ini sungguh memilukan.
Jalur kereta
Ada memang jalur kereta api untuk mengangkut pengungsi, menuju ke barat langsung masuk Jerman.
Tapi, ini jalur khusus. Hanya untuk para petugas Partai Nazi dari kantor kementerian Propaganda pimpinan Joseph Goebell dan keluarganya, juga para perwira militer berpangkat tinggi dan keluarga mereka. Rakyat jelata tak bisa masuk, apalagi diangkut!
Pada akhirnya, janji Hilter yang sering dikatakannya bahwa ia akan membawa Kerajaan Ketiga Jerman yang makmur gemah ripah loh jinawi bagi setiap warga Jerman -sampai 1.000 tahun, menguap begitu saja. Perbedaan perlakuan ini membuat kecewa warga Jerman.
Siapa yang bisa diangkut kereta api tadi sudah menjawab bahwa ada kelas-kelas elit yang tetap berkuasa, didahulukan dan diistimewakan!
Maka, berbahagialah para pengungsi yang akhirnya bisa mencapai pelabuhan Gotenhaven! Suara kelegaan berkumandang dari ribuan mulut. Kapal Willhelm Gustloff terlihat besaaar sekali. Tinggi, lebar, gagah dan nampak kokoh! Banyak pengungsi nampak bangga.
Itulah harapan terakhir mereka, untuk segera meninggalkan semua derita dan segala kesusahan.
Deja Vu!
Jumlah pengungsi demikian banyak. Berjubel dimana-mana.
Helmut Engler, petugas penjaga pelabuhan sampai terpana, “jumlah pengungsi yang masuk di tanggal 28 Januari 1945 sudah 120.000 orang, dan hari ini, 29 Januari, dari data yang tercatat masuk lagi 240.000 orang! Dan semua orang berharap dapat terangkut kapal Willhelm Gustloff!”
Bagaimana mungkin?
Krisis di Prusia Timur ini membuat pimpinan AL Jerman, Karl Donitz, segera melancarkan Operasi Hannibal untuk menyelamatkan nyawa ribuan personil militer Jerman dan peralatan perangnya, plus warga sipil! Deja vu!
Kejadiannya mirip Operasi Dinamo yang dilancarkan Churchill, 26 Mei 1940, untuk menyelamatkan 400.000 tentara Inggris dan Perancis yang terkepung di pantai Dunkirk, Perancis!
Churchill sampai harus mengerahkan kapal berbagai ukuran: Kapal perang, kapal penumpang, ponton, kapal pesiar sampai kapal nelayan dan sampan untuk menyelamatkan tentara yang sudah putus asa!
Tapi itu “hanya” 400.000 orang, dan mereka semua adalah tentara yang lebih disiplin, mudah diatur dan mengatur diri.
Yang dihadapi Donitz di dua pelabuhan di Gotenhaven dan Danzig adalah lebih dari dua juta nyawa, sipil dan militer! 5 kali lipat lebih! Dan itu tidak mudah untuk mengaturnya.
Bersambung: