Ringkasan lalu: Kapal Wilhelm Gustloff digunakan untuk menarik minat kaum menengah-bawah Jerman agar mau bergabung ke partai Nazi. Caranya, dengan membawa liburan kaum pekerja. Adegan liburan difilmkan. Anggota Nazi langsung ‘meledak’ hingga 20 juta. Ketika sudah memenangi pemilu, program plezir tentu dihapus. Kapal pun ‘dibuang’ ke sebelah timur.
Kapal jadi sekolah pelatihan kadet U-boot
Dan, sekali lagi, dari pada kosong, kapal pesiar kebanggaan rakyat Jerman ini akhirnya dijadikan asrama dan tempat pelatihan bagi kadet kapal selam Jerman, U-boat. Posisi kapal tetap diam di pelabuhan.
Jadi bisa dibayangkan, ketika ribuan orang berdesak-desakkan, berjibaku mengungsi ratusan kilometer menuju kapal yang akan memberi berjuta harapan, ternyata kapal sudah 4 tahun lebih menganggur dan tidak pernah berlayar…
Masih layak layarkah Wilhelm Gustloff?
Ketika 500 kru kapal disiagakan, tentara membuat barikade khusus di pelabuhan dan mulai menyaring siapa saja yang bisa masuk kapal.
Operasi Hannibal harus segera dijalankan, masa lalu kapal sudah tidak penting lagi. Orang tak ada yang ambil pusing!
Semula, isi kapal akan patuh -sesuai instruksi- diisi 40 persen tentara yang luka-luka, 40 personil militer yang masih utuh dan peralatan perang mereka dan 20 persen pengungsi.
Namun, desakan warga sipil yang panik dan ingin ikut dibawa terus merangsek maju, menjebol barikade pemeriksaan oleh tentara militer. Maka, suasana kacau pun muncul.
Manifest yang sempat tercatat adalah: 173 orang pria juru bantu bagi AL dan AD, 1.000 orang perwira dari berbagai angkatan dan kadet kapal selam yang ingin segera sampai ke Kiel dimana kapal selam mereka sudah menanti, serta 373 wanita juru bantu bagi AL.
Lalu menolong prajurit yang luka bagaimana? Agaknya meleset jauh, sebab hanya 162 tentara luka-luka yang sempat dimasukkan dan sisanya warga sipil dari berbagai strata usia.
Semula warga sipil yang akan diangkut hanya mereka yang diberi tiket, tetapi dengan jebolnya pemeriksaan, semua orang kini bisa berebut masuk.
Melebihi kapasitas
Dan kapal yang semestinya hanya boleh membawa 1.500 penumpang dan 500 kru, pada tanggal 30 Januari berjubel lebih dari 10.000 orang!
Bisa jadi sampai 11.000 penumpang, tak ada yang tahu berapa jumlah pastinya hingga saat ini, yang jelas pengungsi sipil yang masuk bisa mencapai 9.000 orang! Kapal melebihi kapasitas muat!
Di dalam kapal situasinya kacau balau. Bau menyengat keringat bermacam orang menyelimuti kapal, termasuk diantaranya kotoran anak-anak dan bayi yang tak sempat dibersihkan.
Tak ada sejengkalpun ruangan yang kosong: tangga, gang, gudang, geladak, ball room, ruang makan dan bahkan hingga koridor di depan ruang mesin penuh manusia!
Kolam renang indoor –yang selama ini digunakan kadet kapal selam untuk berlatih pertolongan dalam keadaan darurat- airnya telah dibuang, kolam kering itu kini dipenuhi 300-an wanita AL!
Pendeknya dari lantai paling dasar kapal hingga 4 lantai ke atasnya dan geladak -bahkan disudut-sudut perahu darurat- berjubel penuh orang yang putus asa, kelaparan dan kedinginan.
Sebagian besar para pengungsi terdiri atas orang tua, wanita, bayi dan anak-anak!
Entah bagaimana tata kelola kamar kecil dengan orang yang berjubel banyaknya seperti itu. Mengerikan!
Pendeknya, Selasa siang, 30 Januari 1945 kapal Wilhelm Gustloff tak bisa lagi menambah muatan. Penumpang yang masuk sudah lima kali lipat lebih dari jumlah yang seharusnnya biasa diangkut.
Belum lagi peralatan militer seperti artileri dan amunisinya serta senjata penangkis udara. Senjata-senjata ini berat luas biasa.