Zahn lalu mendiktekan koordinat pada juru mudi kapal, tujuannya agar kapal belok ke kiri, merapat mendekati daratan.
Juru mudi diam saja, karena ia hanya patuh pada kapten yang bertugas.
Zahn jadi dongkol.
Perdebatan berikutnya, soal kecepatan dan arah kemudi.
Kecepatan kapal jadi masalah
Zahn mau kapal digeber hingga batas kecepatan maksimal, 16 knot, sebab ia tahu dengan kapal melaju secepat itu mustahil bisa terkejar oleh kapal selam, yang hanya mampu melaju 8-10 knot di dalam air.
Semua kapal dagang Inggris ngebut dengan 16 knot, Zahn selalu kerepotan mengejar saat ia membawa U-boat.
Soal jalur kemudi. Zahn maunya kapal dijalankan dengan zig-zag, berbelok-belok, itu untuk menghilangkan jejak di air sekaligus langkah menghindar bila diterpedo. Juru sonar di kapal selam kesulitan membaca kapal yang dilarikan secara zig-zag.
Prinsipnya begini. Setiap kapal, melalui baling-baling yang berputar, selalu meninggalkan jejak di dalam air, yakni rongga air dan udara yang memutar setiap kali baling-baling berputar.
Suaranya juga khas -dum-dum-dum- dan merambat dengan jernih di dalam air.
Bila suaranya konstan: dum-dum-dum-dum artinya kapal berjalan lurus, arah dan kecepatannya bisa langsung dihitung. Kapal langsung dapat dicegat dan diserang.
Tapi, bila kapal dibuat zig-zag, juru sonar kebingungan menentukan arah kapal.
Mesin bisa jebol
Sekali lagi Petersen menentang.
Kapal tak boleh dihajar pada batas maskimum, “mesin kapal bisa jebol dan kita semua akan repot di tengah laut, kalau kapal sampai mogok!”
Karenanya ia meminta kapal tetap pada laju 12 knot. Petersen juga tak mau kapal berzig-zag. Baginya, lurus lebih baik. Kapal sampai tujuan lebih cepat.
Keributan terjadi, sementara bahaya mengintai….